KISAH KWAN IM PO SAT ( GUAN YIN PU SHA )
Seperti Avalokistesvara yang mempunyai tempat suci
yaitu di Gunung Potalaka, Tibet, Guan Yin juga meliki sebuah pulau
sebagai tempat bersemayamnya yaitu Pu Tuo Shan. Pu Tuo Shan adalah sebuah pulau
kecil, yang terletak di sebelah timur kepulauan Zhoushan. Luas pulau ini hanya
sekitar 13 KM2. di tengahnya terdapat sebuah bukit yang merupakan bagian
tertinggi dari pulau itu, yang disebut Fo Ding Shan atau Puncak Buddha. Dewasa
ini banyak pelancong dan peziarah yang datang kemari, kedatangan mereka diatur
oleh Biro – biro perjalanan yang berpusat di Ning Po. Pada perayaan tahun Guan
Yin, pulau ini penuh sesak di kunjungi oleh peziarah dari segala penjuru dunia.
Tempat yang dikunjungi peziarah terutama adalah sebuah gua pesisir yang disebut
Gua Deburan Ombak. Disini, menurut catatan, beberapa kali Guan Yin menampakkan
diri dihadapan para pemujanya dan para pendeta suci. Penampakkan Guan Yin di
pulau ini pernah disaksikan oleh Dr Sun Yat Sen, Bapak Pendiri Republik
Tiongkok, yang berkunjung ke sini pada tanggal 25 Agustus 1916, demikian menurut
seorang pengarang wanita Amerika, Mary M. Anderson dalam bukunya “Guan Yin The
Goddes of Mercy”.
Tercatat pada tahun 916 M, yaitu pada jaman Lima Dinasti,
seorang pendeta Jepang, Hui E, dalam perjalanan pulang dari Wu Tai Shan,
mendarat di Pu Tuo, setelah perahunya terhamtam oleh hujan, angina dan
gelombang. Di Pu Tuo Shan ini, Hui E lalu mendirikan kuil Buddha. Pada tahun
1214 M, yaitu pada dinasti Song, barulah tempat ini diputuskan untuk pemujaan
Guan Yin sehubungan dengan beberapa kali penampakkannya. Kelenteng yang
terbesar di pulau itu adalah Pu Ji Si. Di kelenteng inilah, seorang pendeta
menulis sebuah buku tentang kisah putri Miao Shan, pada tahun 1102. kisah Miao
Shan ini yang kemudian menjadi legenda tentang asal mula Guan Yin versi Tionghoa.
Sebagai imbalan atas usahanya, sang pendeta memperoleh anugerah yaitu dapat
menyaksikan penampakkan diri Dewi Welas Asih sendiri.
Kisah Miao Shan yang sangat mengharukan itu dimuatkan
dalam gulungan Kitab Pusaka dari Xiangshan, yang isinya kira – kira sebagai
berikut : Pada jaman akhir dinasti Zhou (kira – kira abad 3 SM), disebelah
Barat gunung Semeru, ada sebuah negeri yang disebut Xing-lin, luasnya kira –
kira 18.000 Li. Raja negeri ini bernama Pao Qie dan memakai gelar Miao Zhuang
untuk tahun pemerintahannya. Pada waktu berumur 20 tahun, rakyat mendukungnya
untuk menjadi raja di negeri itu. Beliau mempunyai permaisuri yang bernama Bao
De, umurnya sama dengan Sri Baginda, permaisuri ini sangat berbudi dan sangat
ramah serta murah hati. Sayang sang raja tidak punya putra, yang ada hanya tiga
putrid. Putri yang tertua bernama Miao Shu, yang kedua Miao Yin dan yang bungsu
bernama Miao Shan.
Setelah menginjak usia dewasa, raja mencarikan menantu untuk
ketiga putrinya itu. Miao Shu memilih seorang pejabat sipil, sedangkan Miao Yin
memilih seorang jenderal perang sebagai suaminya. Hanyalah Miao Shan seorang
yang tak hendak menjatuhkan pilihannya. Malah kemudian ia meninggalkan istana
dan pergi ke Ruzhou dan menjadi bikkhu wanita di kelenteng Bai Que Si. Didalam
kelenteng atau vihara itu terdapat kira-kira 500 orang bikkhuni. Kepala bikkhu
disitu memerintahkan Miao Shan bekerja berat, dibagaian dapur. Sebetulnya
kepala bikkhu ini telah mendapat perintah dari ayah Miao Shan agar membuat
putrinya tidak betah untuk hidup di vihara itu.
Melihat keteguhan hati Miao Shan, Dewa Dapur Zao Jun, lalu
membuat laporan kepada Yu Huang Da Di. Yu Di menerima laporan ini segera
memerintahkan para malaikat dari Lima Pegunungan, dan Delapan Dewa Naga, untuk
membantu Miao Shan di vihara Bai Que Si. Kemudian disusulnya peritah kepada
Raja Naga dari lautan timur untuk membuat sumur di dapur Vihara itu, dan para
binatang liar di pegunungan berdatangan mengantar kayu bakar, serta burung –
burung membawa sayur – mayur. Dengan segala bantuan ini Miao Shan tidak banyak
mengalami kesengsaraan.
Raja Miao Zhuang akhirnya mengirim tentara ke Vihara itu untuk
memaksa agar Miao Shan. Pasukan ini dipimpin oleh Raja Muda Zhau dan Raja Muda
Ye. Biyara Bai Que Si di bakar, Miao Shan lalu berdo’a memohon perlindungan
Yang Maha Kuasa,kemudian ia mencabut tusuk kondenya dan ditusukan ke lidahnya.
Darah dari lidah itu di semburkan ke udara,dan tiba-tiba dari angkasa turun
hujan yang berwarna merah. Api yang berkobar menelan biara itu segera padam.
Miao Zhuang, mendengar berita ini, gusar bukan buatan,
tentara diperintahkan untuk menangkap Miao Shan dan menyeretnya untuk dihukum
mati. Sang Buddha yang mengetahui peristiwa ini lalu memerintahkan pada Tu-di,
sang Dewi Bumi, untuk menyelamatkan Miao Shan. Beliau bersabda”Tak ada di dunia
sebelah barat ini manusia yang sesuci dan sebaik Miao Shan. Besok ketika
pelaksanaan hukuman mati dilaksanakan patahkanlah golok dan tombak para algojo
yang dipergunakan untuk membunuh dia. Jagalah agar dia tidak banyak menderita
kesakitan. Pada saat kematiannya, rubahlah dirimu menjadi seekor harimau dan
bawalah tubuhnya ke suatu Hutan Pinus. Sembunyikan dan masukkan sebutir pil ke
dalam mulutnya agar tubuh itu tidak membusuk. Rohnya akan kembali mencari badan
kasarnya sesudah selesai perjalanan ke neraka. Setelah itu ia akan bersemayam
di bukit Xiang Shan di pulau Pu Tuo samapi mencapai kesempurnaan”.
Pada waktu pelaksanaan hukuman di jalankan, golok dan tombak
para algojo patah ketika menyentuh leher Miao Shan. Lalu leher Miao Shan
dijerat dengan tali baja, barulah sang putri tewas. Bersamaan dengan itu
mendadak seekor macan besar menyerbu masuk dan menggondol tubuh putri yang
malang itu, lalu membawanya masuk ke dalam Hutan Pinus.
Roh Miao Shan di neraka, karena kesucian dan kewelas asihannya, serta ketulusan do’anya, menyebabkan tempat yang penuh penderitaan
itu berubah menjadi seperti sorga. 10.000 roh yang tersiksa memperoleh
pengampunan berkat do’anya. Akhirnya Yan Luo Wang, penguasa akherat,
menyuruhnya kembali ke badan kasarnya, dan hidup kembali. Begitu siuman, O Mi
Duo Fo muncul dan menganjurkan dia meneruskan praktek – praktek untuk mencapai
kesempurnaan di Xiang Shan kepulauan Pu Tuo. Sebelum pergi O Mi Duo Fo
memberinya persik dewa. Dengan makan persik itu, Miao Shan tidak akan lapar dan
haus, lebih – lebih lagi ketuaan dan kematian akan menyentuh selama – lamanya.
Dengan dihantar oleh harimau jelmaan Dewa Bumi, Miao Shan akhirnya sampai
dengan selamat di Pu Tuo Shan.
Sembilan tahun berselang, Raja Miao Zhuang menderita penyakit
bisul ganas, sudah banyak tabib kenamaan yang dipanggil untuk mengobati tapi
tak juga berhasil. Miao Shan, dengan menyamar sebagai seorang pendeta
tua,datang menengok. Miao Shan mencukil kedua matanya dan memotong kedua
telapak tangannya utnuk mengobati ayahnya itu. Setelah penyakitnya sembuh,
barulah Maio Zhuang menyadari kebaktian putrinya. Ia lalu mengangkat pengganti
dan mengundurkan diri dari tahta kerajaan. Dengan diiringi para menteri dan
sanak keluarganya ia pergi ke Xiang Shan, untuk bertobat dan menganut ajaran
Buddha.
Sang Buddha kemudian memberi gelar Miao Shan sebagai Qian
Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Pu Sa yang berarti Guan
Shi Yin Pu Sa penolong kesukaran dan kesengsaraan yang bermata dan bertangan
seribu dan tak ada bandingannya.
Kemudian Yu Huang juga menganugerahi saudara Miao Shan yaitu
Miao Shu, sebagai Pu Xian Pu Sa (Po Hian Po Sat – Hokkian), Miao Yin sebagai
Wen Shu Pu Sa (Bun Cu Po Sat – Hokkian). Miao Zhuang, sang ayah bersama
istrinya Bao De, juga diangkat sebagai Pu Sa. Wen Shu, dan Pu Xian sering kali
ditempatkan mendampingi Guan Shi Yin di berbagai kelenteng.
Masih ada beberapa versi, seperti yang dimuat dalam kitab
Shou-sen-ji (Catatan tentang kumpulan Para Dewa), agak berbeda dengan apa yang
ditulis dalam kitab Xiang-shan. Raja Miao Zhuang, misalnya dalam kitab
Xiang-shan dikatakan berperangai halus dan berbudi. Sebaliknya dalam
Shou-sen-ji, beliau disebut sebagai berwatak kasar, kejam dan gemar nerperang.
Tapi secara garis besar, versi – versi yang dimuat dalam beberapa kitab, tidak
memiliki perbedaan besar dalam kisah keseluruhannya.
Miao Shan Guan Yin ditampilkan dengan keadaan duduk,
tangannya dalam sikap meditasi dan membawa mutiara yang menyala. Banyak lukisan
atau pahatan menampilkan dia sedang duduk di atas batu karang dekat air yang
mengalir deras, atau di tengah lautan. Lukisan lain memperlihatkan dia sedang
membawa gulungan kitab suci yang melambangkan Sutra Penerangan Hati, atau
sebatang dahan pohon Yangliu untuk memercikkan embun suci (Amritha) yang
berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan mengusir roh – roh jahat. Masih
ada bentuk lukisan lain yang menampilkan Guan Yin membawa tasbih mutiara di
tangannya, tapi sering juga tasbih itu dibawa di paruh seekor burung kakak –
tua. Bajunya berwarna putih dan tampak melayang di atas awan, di atas bunga
teratai atau di atas kelopak teratai yang terapung di lautan. Lukisannya yang
paling terkenal adalah pada waktu di tampilkan bersama dengan pembantunya yaitu
Si Anak Merah, Shan Cai, dan Si Gadis Naga Long Nü. Shan Cai dengan posisi
menyembah dan Long Nü membawa mutiara yang menyala.
MURID DEWI KWAN IM
Tentang Shan Cai dan Long Nü ini, ada kisahnya
tersendiri.
*Pada waktu Tu Di Gong mengantar Miao Shan ke pulau Pu Tuo,
menjaganya selama 9 tahun, sampai akhirnya sang putri mencapai kesempurnaan.
Ditentukan hari pelantikan Miao Shan menjadi Pu Sa adalah tanggal 19 bulan 9
Imlik. Tu Di menyebarkan banyak undangan untuk menghadiri pelantikan tersebut.
Yang diundang antara lain adalah San Guan Da Di, Shi Dian Yan Luo (10 Raja
Akherat) Ba Xian (8 Dewa), Wu Yue Da Di (dewa dari Lima Pegunungan) dan lain –
lain. Pada hari yang telah ditentukan, para undangan telah berkumpul, Miao Shan
duduk di atas singgasana bunga teratai, lalu para Dewata itu mengumumkan
pelatikan di kalangan ke-Buddha-an dan wilayah kekuasaannya di langit dan bumi.
Kemudian mereka beranggapan bahwa tidak sepantasnyalah Miao Shan sekarang
dinamakan Guan Shi Yin berada di Xiang Shan seorang diri tanpa pembantunya.
Mereka mengusulkan agar dicarikan dua pembantu, seorang pria perjaka dan gadis
yang bertugas melayani semua keprluannya di tempat itu. Tu Di diserahi tugas
untuk menemukan calon yang sesuai.
Dalam perjalanan mencari calon pembantu Guan Yin ini, Tu Di
bertemu dengan seorang pendeta muda yang bernama Shan Cai. Setelah kematian
kedua orang tuanya, Shan Cai menjadi pertapa di gunung Da Hua Shan, tapi tanpa
bimbingan ia merasa sulit untuk mencapai kesempurnaan. Dengan perantara Tu Di
akhirnya Shan Cai menghadap Guan Yin. Guan Yin masih meragukan kesungguhan hati
pemuda ini dan ingin mengujinya. Disuruhnya pemuda itu menempati sebuah puncak
di pulau itu, dan menunggu sampai Guan Yin menemukan cara untuk mengatur
kesempurnaannya.
Miao Shan kemudian memanggil Tu Di dan meminta agar para dewa
yang hadir di situ mau menyamar menjadi bajak – bajak laut yang mau mengepung
gunung itu, membawa obor dan senjata tajam mengancam akan membunuh Guan Yin.
“Aku akan lari ke puncak dimana Shan Cai sekarang berada dan menguji
kesetiannya”, kata sang Dewi.
Tak lama kemudian segerombolan bandit dan bajak laut datang
mengepung vihara di Xiang Shan itu. Guan Yin melarikan diri ke puncak, ia
terpeleset dan terguling ke dalam jurang. Melihat sang dewi terguling, Shan Cai
tanpa ragu – ragu segera terjun untuk menyelamatkannya. “Anda tidak mempunyai
sesutau yang berharga untuk dirampok mereka, mengapa takut dan terjun ke
jurang, sehingga terancam bencana kematian”, tanya Shan Cai. Melihat pemuda itu
menangis, Guan Yin berkata “aku harus tunduk pada kehendak langit”.
Shan Cai, dengan segala kepedihan hatinya, berdo’a kepada
Langit dan Bumi agar Sang Dewi diselamatkan. “Seharusnya kau tak perlu
menunjukkan diri untuk menolong aku dengan penuh resiko. Aku belum menjelmakan
kau kembali dan mengantarmu kesempurnaan. Tapi kau adalah anak yang berani, aku
sekarang tahu hatimu baik, Lihatlah ke bawah sana “ kata Guan Yin. Shan Cai
lalu menoleh “Aku melihat mayat”.
“Ya, itulah badanmu yang lama. Sekarang kau telah dijelmakan
kembali, dan kau dapat terbang dan membumbung keangkasa sesuka hatimu!” Guan
Yin berkata. Shan Cai membungkukkan badannya tanda terima kasih dan Guan Yin
berkata lagi “Selanjutnya kau selalu berada di sampingku dan berdo’a, jangan
meninggalkan aku seharipun”. Sejak itulah Shan Cai selalu hadir di sebelah Guan
Yin.
*Tentang bagaimana Shan Cai menjadi murid Guan Yin, cerita
terkenal “Xi You Ji” mempunyai versi yang lain lagi. Dikisahkan dalam
perjalanan mengambil kitab suci ke langit barat, pendeta Xuan Zhang bersama
ketiga muridnya Sun Wu Kong, Si Monyet Sakti, Zhu Ba Jie Siluman Babi dan Sha
He Shang dicegat oleh seorang siluman yang berijut anak kecil yang sangat
sakti. Ternyata siluman anak kecil itu adalah putra Niu Mo Wang (Gu Mo Ong –
Hokkian) dan Luo Sa Nü (Lo Sat Li – Hokkian), yang diberi nama Niu Sheng Ying
(Gu Seng Eng – Hokkian) alias Hong Hai Er (Ang Hay Ji – Hokkian) atau si Anak
Merah. Si Anak Merah ini sakti sekali, ia bermaksud menawan pendeta Xuan Zhang
untuk disantap dagingnya. Beberapa kali Sun Wu Kong dibuat tak berdaya oleh
semprotan api saktinya. Tapi si Monyet Sakti tak kehabisan akal. Ia lalu meminta
bantuan Guan Yin Pu Sa untuk menaklukkan Hong Hai er. Akhirnya Hong Hai Er
dapat ditaklukkan dan dibawanya pulang ke Pu Tuo Shan untuk menjadi muridnya
dan diberi gelar Shan Cai. Versi ini memang berbeda sekali dengan apa yang
dituturkan dalam kisah Miao Shan.
Tentang Gadis Naga Long Nü dikisahkan sebagai berikut
ini. Dengan kekuatan gaibnya Miao Shan melihat bahwa putra ketiga Long Wang,
Sang Raja Naga, sedang menjelma menjadi ikan tambera. Dalam perjalanan
melaksanakan tugas ayahnya, tak terduga ikan itu terperangkap dalam jala
nelayan, dan diangkat ke darat lalu dijual ke pasar. Miao Shan lalu
memerintahkan pelayannya yang setia, Shan Cai untuk membeli ikan itu, yang
kemudian dibawa ke Pu Tuo Shan untuk dilepaskan ke laut bebas. Putra ketiga Sang
Raja Naga sangat berterima kasih atas pertolongan Guan Yin. Sang Raja Naga
dalam terima kasihnya kepada Miao Shan Guan Yin bermaksud menghadiahkan sebutir
mutiara yang dapat bersinar di waktu malam. Long Nü cucu perempuan Long Wang
dari pangeran ketiga tersebut mohon ijin untuk menghantarkan hadiah kepada Miao
Shan. Di hadapan Miao Shan, Long Nüminta diijinkan untuk belajar ajaran orang –
orang suci di bawah bimbingannya. Setelah mengetahui kesungguhan hatinya, Miao
Shan akhirnya menerima Long Nü sebagai murid. Shan Cai memanggilnya kakak.
Mereka bersama – sama mendampingi Miao Shan. Sering juga Long Nü ini
ditampilkan dalam bentuk naga yang sedang ditunggangi oleh Guan Yin. Oleh Yu
Huang Da Di, Shan Cai diberi gelar Jin Tong (Kim Tong – Hokkian) yang berarti
“jaka emas” dan Long Nü bergelar Yu Nü (Giok Li – Hokkian) yang berarti “gadis
kumala”.
Pengaruh Guan Yin Dalam Sastra.
Dalam kalangan sastra rakyat, Guan Yin mempunyai kedudukan
yang penting. Di kota Guangzhou misalnya anda dapat memperoleh banyak buku –
buku dongeng dan terbitan lain yang memuat syair puji – pujian untuk Guan Yin
pada penjual buku kaki lima dengan mudah, seperti, “Lahirnya Guan Yin” atau
“Guan Yin Menjelma” dan lain – lain.
Dalam Xi You Ji, novel dongeng termashur itu, anda dapat
dengan mudah menemukan peran penting Guan Yin dalam menyelesaikan pertikaian
antar Sun Wu Kong, Si Kera Sakti, dengan para siluman yang mencoba menggangu
perjalanannya. Tak ketinggalan novel Feng Shen juga menampilkan Guan Yin dalam
versi Taoist dengan nama Zi Hang Dao Ren (Cu Hang To Jin – Hokkian) yang
membantu pihak Wu Wang dan Jiang Zi Ya (Kiang Cu Ge – Hokkian) dalam
menumbangkan kaisar Zhou Wang yang jahat.
Drama rakyat yang sangat popular yaitu “Kisah Mu Lian
Menolong Ibunya di Neraka”, juga menempatkan Guan Yin pada kedudukan yang
paling penting. Drama ini sendiri bersumber pada sebuah dongeng yang berkisah
seperti di bawah ini :
“Pada saat Mu Lian memperoleh kekuatan, ia dapat mengetahui
bahwa roh ibunya di neraka telah terjerumus menjadi setan yang kelaparan, Ia
lalu mengisi mangkoknya dengan nasi untuk diberikan pada sang ibu tapi ternyata
nasi berubah menjadi api. Melihat usahanya yang sia – sia, Mu Lian menangis
sedih. Ia lalu mengatakan kepada Sang Buddha, sang Buddha lalu mengajarkan cara
memberi pertolongan, Mu Lian disuruh menyiapkan makanan yang bermacam – macam
dan ditempatkan dalam baskom untuk menjamu para Pendeta dari 10 penjuru, selama
75 hari. Dengan berbuat amal begini, dengan sendirinya ibunya terlepas dari
segala kesengsaraan ketika menjadi setan kelaparan. Mu Lian sangat bersuka
cita. Demikian juga umat manusia di bumi, mereka dengan gembira memuji kejadian
ini (Sembahyang Rebutan yang disebut Yi-lan pen-hui atau Alam Bana dimulai dari
kisah ini).
Dari sebuah dongeng pendek, kisah ini dibeberkan menjadi
drama yang panjang. Ketika Mu Lian turun ke neraka untuk menolong ibunya, Guan
Yin beberapa kali menampakkan diri menolong Mu Lian menemukan jalan untuk
menuju ketempat ibunya.
Pengaruh Agama Buddha pada sastra Tiongkok yang paling besar
adalah Kitab – kitab Suci Buddhist. Kitab – kitab suci yangmengisahkan Guan Yin
ada beberapa, yaitu Kitab dari Xiang Shan (yang kita bahas dalam legenda Guan
Yin) Kitab Suci Keranjang Ikan, dan Kitab Suci Burung Kakak – tua. Kitab –
kitab ini berisikan karya sastra yang tinggi nilainya.
Dalam Kitab Suci Burung Kakak-tua dikisahkan bagaimana seekor
kakak-tua menjadi pengikut Guan Yin :
“Adalah Seekor burung kakak-tua yang sangat berbakti kepada
induknya. Suatu ketika induknya yang sakit menginginkan buah Cherry yang ada di
tempat sebelah timur. Maka terbanglah sang kakak – tua ke negeri sebelah timur
untuk mengambil buah tersebut. Tak terduga ia masuk ke dalam jerat pemburu dan
tertangkap. Kepada sang pemburu ia menceritakan hal ihwalnya tapi rupanya sang
pemburu tidak peduli. Seorang hartawan tertarik akan burung yang dapat
berbicara ini, lalu membelinya. Sang burung ditempatkan dalam sangkar, tapi ia
terus menasehati sang hartawan agar melepaskannya. Suatu hari Boddhidharma
datang dan menyuruh agar dia pura – pura mati. Sang hartawan yang lihat sang
kakak – tua yang mati, lalu membuangnya. Begitu bebas, sang kakak-tua segera mengepakkan
sayap-sayapnya dan terbang. Tapi telambat, ibunya telah mati. Dalam
kesedihannya sang kakak-tua jatuh pingsan. Guan Yin datang menyadarkan dia
dengan memercikkan embun kehidupan dari botol yang dibawanya. Juga ayah ibu
kakaktua itu, dibantu untuk melewati karmanya dan menjelma kembali menjadi
manusia. Sejak itu sang kakak-tua pergi mengikuti Guan Yin dan paruhnya
mencocok sebuah tasbeh mutiara, inilah sang kakak-tua.
Pemujaan Guan Yin
Di atas telah kita singgung sedikit, bahwa pusat pemujaan Guan
Yin terletak di Pu Tuo Shan, sebuah pulau kecil di sebelah timur Kabupaten
Dinghai, Propinsi Zhejiang. Tiap tahun, terutama pada musim semi dan panas,
para peziarah yang berjumlah puluhan ribu berbondong – bondong datang ke sini
untuk bersembahyang. Mula – mula pulau ini bernama Hai Qin Shan, nama ini tetap
digunakan untuk sebuah bukit kecil yang terletak di bagian selatan pulau ini.
“Pu Tuo” adalah sebuah istilah Buddha, yang berarti gunung suci Putoloka di
India. Sebelah tenggara gunung ini terletak pulau Srilangka. Menurut Johnston
dalam buku yang berjudul “Buddhist China”, Putoloka adalah puncak bagian barat
dari pegunungan Malaya di bagian selatan India. Di Tiongkok ada dua tempat yang
dinamakan Pu Tuo Shan. Yang satu adalah yang telah kita bicarakan yaitu sebelah
timur propinsi Zhejiang, yang satu lagi terdapat di Tibet.
Jadi Pu Tuo adalah kependekkan dari Putoloka, Pu Tuo berarti
bunga putih, sedangkan “loka” berarti gunung. Sebab itu pengarang – pengarang
jaman dinasti Yuan menyebut Pu Tuo Shan sebagai Xiao Bai Hua Shan (Gunung Bunga
Putih Kecil). Konon memang gunung Pu Tuo Shan banyak ditumbuhi oleh bunga putih
yang dalam bahasa Latin disebut Gardenir Florida. Pendeta – pendeta jaman
dinasti Tang, karena melihat bunga – bunga ini lalu memilih gunungnya sebagai
pusat pemujaan, ataukah melihat gunungnya lebih dahulu baru kemudian menanam
bunganya, sulit diterangkan.
Para pemuja Guan Yin menganggap tanggal 29 bulan 8 Imlik
sebagai tanggal perayaan kelahirannya (sebagian ada yang merayakan pada tanggal
19 bulan 2 Imlik), karena dalam setahun, pada tanggal itulah ombak paling
besar, dikaitkan dengan Guan Yin sebagai Dewi Pelindung Lautan. Tapi kalangan
awan cenderung untuk menganggap Guan Yin adalah nama gabungan dari beberapa
Guan Yin Pu Sa. Ada Guan Yin Pu Sa sebagai pelindung lautan, Guan Yin Pu Sa
sebagai Dewi Pemberi Anak dan lain – lain yang masing – masing dicarikan hari
lahir tersendiri. Ini menyebabkan kita sering menemui perayaan hari lahir Guan
Yin Pu Sa tidak sama diberbagai tempat dalam setahun, kecuali bulan yang – 12
dalam 11 bulan lainnya tentu terdapat hari lahirnya, yang berarti juga hari
vegetarian (Ciak Jay), bagi para pemujanya.
Di Guang Zhou, tanggal 24 bulan 2 Imlik, sering dianggap
sebagai hari lahir Guan Yin Pengantar Anak. Pria dan wanita dari berbagai
pelosok perkumpulan menjadi satu dalam suatu perayaan yang disebut Sheng Cai
Hui (perayaan sayur mentah). Para pengikut upacara biasanya datang ke pusat
perayaan dengan membeli sayur mentah, dengan harapan memperoleh tuah melahirkan
anak, sebab “Sheng Cai” (yang berarti sayur mentah) dan “Sheng Zai” (yang
berarti melahirkan anak), punya suara yang mirip. Di tempat perayaan dibuat
kolam kecil. Dalam kola mini sebelumnya telah dimasukkan sejumlah kerang dan
keong. Orang – orang yang datang kemari memasukkan tangannya ke dalam kolam,
kalau yang terambil adalah keong, maka ia boleh berharap memperoleh anak
lelaki, tapi kalau kerang yang terambil, harapannya anak perempuan.
Kebiasaan ini asal – usulnya dapat ditelusuri pada masa
pemerintahan Kaisar Wen Zong (827 – 840 M). Kaisar Wen Zong gemar sekali akan
tiram. Pada suatu hari ia menemukan tiram yang besar, yang kulitnya keras
sekali. Setelah berhasil dibuka ternyata didalamnya terdapat patung Guan Yin
kecil Kaisar terperanjat, barulah setelah mendengar penjelasan dari para ahli
filsafat kerajaan, ia sadar dan menjadi penganut Guan Yin yang tekun, dan
banyak mendirikan kelenteng untuk Guan Yin. Pemujaan Guan Yin sejak itu jadi
sangat berkembang, Kaisar meninggal tahun 840, dan kelenteng di Pu Tuo Shan
selesai didirikan pada tahun 847 M.
Para pemuja Guan Yin berpantang makanan daging sapi, burung
dara, udang, ikan yang tidak bersisik, sarang burung (Yan – oh), daging kuda,
daging anjing, bulus dan jenis kerang. Harapan mereka terbesar adalah dapat
melihat wajah Guan Yin. Mereka yang pergi ke Pu Tuo Shan pasti menyempatkan
diri memasuki gua dimana Guan Yin pernah menampakkan diri. Ada yang sampai
membakar sepuluh jarinya dengan api lilin, agar bisa meraga sukma dan bertemu
sang Dewi. Kebiasaan ini jelas berasal dari India. Konon orang yang melakukan
cara itu tidak ada yang tidak berhasil melihat Guan Yin. Meskipun ada variasi
di berbagai daerah tentang hari lahir Guan Yin, tapi secara garis besar dapat
dikatakan umumnya ada 3 hari besar untuk menghormati Dewi Welas Asih ini. Ke 3
hari besar tersebut adalah :
1). Tanggal 19 bulan 2 Imlek adalah hari kelahirannya.
2). Tanggal 19 bulan 6 Imlek adalah hari menjadi Pendeta.
3). Tanggal 19 bulan 9 Imlek adalah hari memperoleh
penerangan.
Pada hari – hari ini, para pemuja yang telah merasa pernah
memperoleh pertolongan Guan Yin berbondong – bondong memenuhi kelenteng
pemujaan Guan Yin, membawa barang persembahan, melepaskan burung – burung dan
binatang lain, melakukan pantang makan berjiwa, melaksanakan perbuatan amal
dengan berkunjung ke rumah jompo dan rumah penampungan anak cacat dan lain –
lain kegiatan sosial dan ritual.
Biasanya ada 5 larangan yang dipatuhi :
1). Tidak membunuh atau menyiksa mahluk hidup lain.
2). Tidak mencuri atau mengambil yang bukan jadi haknya.
3). Tidak berbuat jinah.
4). Tidak berbohong atau membual.
5). Tidak minum minuman keras atau barang lainnya.
Biasanya sepanjang hari diisi dengan acara pembacaan kitab
suci dan meditasi secara masal, serta perenungan. Yang lebih tekun biasanya
melakukan pembacaan parita dan meditasi untuk kebahagiaan semua umat manusia
sampai beberapa hari. Guan Yin tidak hanya dipuja di kelenteng – kelenteng, di
daratan tiongkok, Hongkong, dan Taiwan. Seiring dengan menyebarnya orang
Tionghoa perantauan di Asia Tenggara, maka di Malaysia, Singapura dan Indonesia
juga banyak dijumpai kelenteng yang khusus diperuntukkan Guan Yin. Khusus di
Jawa terbesar adalah kelenteng Dewi Welas Asih di Banten, Jawa Barat. Selain
itu, tidak terhitung banyaknya rumah yangmemujanya dalam sebuah altar pribadi,
baik di kota – kota besar sampai jauh di desa kecil di pegunungan. Dewata lain
mungkin dipuja dan dihormati bercampur rasa takut, tapi Guan Yin begitu dekat
di hati, ia dihormati sekaligus dicintai. Dewata lain mungkin berwajah bengis
dan angker. Tapi Guan Yin selalu tersenyum lemah lembut dan bersahaja.
Begitu dekat pengaruh Guan Yin dalam masyarakat, sampai –
sampai seorang gadis akan sangat bangga apabila ia disebutkan sebagai ia mirip
dengan Guan Yin hidup. Memang Guan Yin dari dulu sampai sekarang juga dianggap
sebagai lambang kecantikan dengan bibir merah, kulit halus, alis lentik dan langkah
yang lemah gemulai.
Sebagai garis besar, di kalangan rakyat, Guan Yin dianggap
Boddhisatva penolong bagi orang yang sedang dalam kesusahan dan kesengsaraan.
Juga dianggap penolong roh – roh yang mengalami penderitaan di neraka, sebab
itu ia ditampilkan dalam sembahyang memberi makan roh – roh kelaparan yang
jatuh pada bulan 7 Imlek, dengan nama Pu Du Gong (atau tuan yang menolong
penyeberangan). Secara umum ia dipanggil Guan Yin Fo Zhu atau Guan Yin Ma dan
lain – lain, sebutan akrab. Begitulah kira – kira betapa meresapnya pemujaan
Guan Yin dalam masyarakat.
No comments:
Post a Comment