ALAM SEMESTA DALAM BUDDHA-DHARMA
Awalnya, Sang Buddha mencela berbagai spekulasi
tentang kosmologi (ilmu alam semesta) dan kosmogonik ( ilmu asal-usul alam
semesta) yang dikedepankan oleh para cendekia. Beliau tidak ingin menuruti
spekulasi-spekulasi yang tidak jelas maksud dan logikanya, di sisi lain Beliau
telah pernah berjuang sangat keras bergelut dengan pertanyaan yang lebih
penting mengenai penderitaan hidup (dukkha) dan jalan untuk terbebas dari
penderitaan. Bagaimanapun, di kemudian hari, literatur Buddhisme memberikan
gambaran dan penjelasan yang terperinci mengenai kosmos, dikarenakan hal ini
memainkan peranan dalam perjuangan mencapai Kebebasan. Sang
Buddha berpendapat , bahwa alam semesta, yang disebut
Beliau sebagai Samsara, adalah tanpa awal. Beliau bersabda:
"Tak dapat ditentukan awal dari alam semesta.
Titik terjauh dari kehidupan,
berpindah dari kelahiran ke kelahiran,
terikat oleh ketidaktahuan dan keinginan,
tidaklah dapat diketahui.”
( Samyutta Nikaya II : 178 ).
Para pakar ilmu pengetahuan sekarang meyakini, bahwa alam
semesta adalah suatu sistim yang berdenyut , yang setelah mengembang secara
maksimal, lalu menciut dengan segala energi yang ditekan pada suatu bentukan
masa; sedemikian besar sehingga menyebabkan ledakan, yang disebut sebagai
"Big bang", yang berakibat pelepasan energi. Pengembangan dan
penciutan alam semesta berlangsung dalam kurun waktu milyaran tahun. Sekali
lagi, Sang Buddha telah memaklumi pengembangan dan penciutan alam semesta.
Beliau bersabda:
“ Lebih awal atau lebih lambat,
ada suatu waktu,
sesudah masa waktu yang sangat panjang sekali
alam semesta menciut,
Tetapi lebih awal atau lebih lambat,
sesudah masa yang lama sekali,
alam semesta mulai mengembang lagi.”
( Digha Nikaya III : 84 )
Penemuan teleskop konvensional dan teleskop radio belakangan
kemudian, telah memungkinkan para ahli astronomi untuk mengetahui tidak saja
asal dan sifat alam dari alam semesta, tapi juga susunannya. Diketahui
sekarang, bahwa alam semesta terdiri dari sekian milyar bintang, planet,
asteroid dan komet. Semua benda langit tersebut berkelompok dalam bentuk cakram
atau spiral yang disebut galaksi. Planet bumi kita hanya satu titik kecil yang
terdapat pada suatu galaksi yang diberi nama Bimasakti (Inggeris: Milky Way).
Bimasakti atau Milky Way terdiri atas kurang lebih 100 milyar bintang dengan
jarak dari ujung ke ujung 60.000 tahun cahaya. Telah diketahui pula bahwa
galaksi- galaksi dialam semesta ini tersusun berkelom-pok. Kelompok galaksi
dimana Bimasakti kita berada terdiri dari dua lusin galaksi; kelompok lain,
kelompok Virgo misalnya terdiri dari ribuan galaksi.
Dibalik kenyataan: bahwa tata surya, galaksi, dan kelompok
galaksi baru diketahui di dunia Barat setelah penemuan peralatan canggih; maka
ternyata kitab suci Agama Buddha telah banyak menyebutkan hal tersebut ribuan
tahun sebelumnya. Penganut agama Buddha sejak zaman dahulu telah menggambarkan
galaksi sebagai berbentuk spiral . Istilah dalam bahasa Pali untuk galaksi
adalah "cakkavala"; yang berasal dari kata "cakka", yang
berarti cakram/roda. Sang Buddha secara sangat jelas dan tepat menggambarkan
kelompok-kelompok galaksi, yang oleh para ilmuwan baru ditemukan. Beliau
menyebutnya sebagai sistim dunia (loka dhatu) dan menambahkan perbedaan dalam
ukurannya: sistim dunia ribuan-lipat, sistim dunia puluhan ribu-lipat, sistim
dunia besar, dan seterusnya. Beliau menyebutkan sistim dunia terdiri dari
ribuan matahari dan planet, walau sebenarnya oleh para ahli astronomi
menyebutnya sebagai jutaan.
“Sejauh matahari-matahari
dan bulan-bulan berputar,
bersinar dan memancarkan sinarnya ke angkasa,
sejauh itu pula sistim dunia ribuan-lipat.
Didalamnya terdapat ribuan matahari,
ribuan bulan.”
( Anguttara Nikaya I : 227 )
Dahulu, dalam waktu yang sangat lama, manusia tidak dapat
membayangkan luas alam-semesta baik dalam satuan waktu maupun ruang untuk dapat
memahami asal dan luas alam-semesta. Pemikiran saat itu terbatas serta terikat
kepemahaman dunia semata. Didalam Bible misalnya, dipahami bahwa seluruh
alam-semesta diciptakan dalam enam hari dan penciptaan itu terjadi barulah
beberapa ribu tahun lalu.
Saat ini, para ahli astronomi menghitung bintang dalam satuan
ribuan milyar dan mengukur jarak alam semesta dalam satuan tahun cahaya; satu
tahun cahaya adalah jarak yang dapat ditempuh oleh cahaya dalam waktu satu
tahun. Manusia zaman dulu jelas tidak dapat membayangkan dimensi seperti itu.
Sang Buddha, adalah pengecualian. Kebijaksanaan-Nya, yang tak terbatas, dapat
memahami konsep dari alam semesta yang tak terbatas. Beliau menyebut adanya :
"Daerah gelap, hitam, kelam
diantara sistim-sistim dunia,
sedemikian rupa hingga cahaya matahari
dan bulan sekalipun tak dapat mencapainya"
(Majjhima Nikaya III:120).
Waktu yang diperlukan untuk terbentuk dan hancurnya suatu
sistim dunia sangatlah panjang, diperlukan sangat banyak `kappa' (sebagai
satuan waktu) untuk itu. Sewaktu Sang Buddha ditanya tentang panjang kurun
waktu satu kappa, Beliau menjawab:
"Sangat panjang kurun waktu satu kappa.Tak dapat
diperhitungkan dengan tahun, abad ataupun ribuan abad".
"Bila demikian, Guru, dapatkah dengan menggunakan
perumpamaan ?".
"Dapat. Bayangkan bongkahan suatu gunung besar, tanpa
retak, tanpa celah, padat, berukuran panjang I mil, lebar I mil dan
tingginya juga I mil. Lalu bayangkan setiap seratus tahun ada seorang
datang menggosoknya dengan sepotong sutra Benares. Maka, akan lebih cepat bukit
itu habis tergosok dari pada suatu masa kappa berlalu.Pula ketahuilah, lebih
dari satu, lebih dari ribuan, lebih dari ratusan ribu kappa, sebenarnya telah
berlalu".
(Samyutta Nikaya II : 181)
Disini terlihat, betapa Sang Buddha menggunakan per-umpamaan
seperti diuraikan diatas untuk memberi gambaran tentang "jarak ruang
dalam satuan waktu" : sama halnya para ahli astronomi saat ini
menggambarkan "jarak-jarak di angkasa luar dengan menggunakan satuan tahun
cahaya" .
Namun, Sang Buddha menyebut tentang asal dan perluasan alam
semesta hanya sepintas lalu. Beliau tidak menganggap, bahwa berteori dan
berspekulasi tentang hal tersebut, adalah lebih penting dibanding masalah utama
kita, yakni mengakhiri penderitaan dan mencapai kebahagiaan Nibbana
(Sansekerta: Nirwana ). Ketika seseorang sekali waktu mendesak Sang Buddha
untuk menjawab pertanyaan tentang luasnya alam semesta, Sang Buddha
membandingkan keadaan orang tersebut sebagai seorang yang terkena panah
beracun, namun menolak diobati dan dicabuti anak panah tersebut, sebelum orang
tersebut mengetahui secara jelas siapa yang melepaskan anak panah tersebut.
Sang Buddha, lalu bersabda :
“ Menjalani hidup yang suci
tak dikatakan tergantung apakah
alam semesta ini
berbatas atau tidak,
atau keduanya atau tidak keduanya.
Sebab apakah alam semesta ini,
berbatas atau tidak;
tetaplah ada kelahiran,
tetap ada usia-lanjut,
tetap ada kematian, kesedihan, penyesalan,
penderitaan, keperihan dan keputusasaan;
dan untuk mengatasi semua itulah
semua yang Saya ajarkan “
( Majjhima Nikaya I : 430 )
Sangat jelas,dengan
hanya berbekal pengetahuan tentang bagaimana alam-semesta
terjadi, kita tidak akan dapat mengatasi penderitaan, pula tidak akan dapat mengembangkan
kemurahan hati, kebajikan dan cinta-kasih. Buat Sang Buddha pertanyaan
menyangkut hal-hal ini adalah jauh lebih penting dari pada spekulasi tentang
asal-mula alam semesta.
Walau demikian, konsep Sang Buddha tentang alam-semesta yang
sangat tepat dan maju, menyebabkan kita bertanya dalam diri; bagaimana bisa
Beliau mengetahui semua itu. Bagaimana mungkin seorang mengetahui tentang
berkelompoknya bima-sakti dan bahwa bima-sakti itu berbentuk spiral, jauh
sebelum penemuan teleskop? Bagaimana Dia, yang hidup di zaman lampau demikian
menghayati ke-takterbatasan waktu dan ruang ? Jawaban satu-satunya yang mungkin
ialah karena, Beliau, sebagai yang disebut oleh Beliau sendiri, adalah Buddha
yang telah mencapai Pencerahan (Inggeris: enlightenment). Batin-Nya demikian
sempurna, bebas dari prasangka dan kekhayalan yang biasanya mengabuti batin
orang biasa, pengetahuannya telah berkembang diluar kemampuan manusia biasa.
Sang Buddha menyatakan diri-Nya sebagai " pengenal alam-semesta"
(lokavida) ( Majjhima Nikaya I : 337 ), dan pernyataan Beliau memang
terbukti kebenarannya.
Kalau kita mempertimbangkan kondisi masyarakat pada ribuan
tahun lalu yang masih terbelenggu oleh dongeng dan mitos, maka ajaran Buddha
akan semakin mengagumkan karena pandangan Buddha sudah sangat jauh ke depan.
KEHIDUPAN MANUSIA DI ALAM SEMESTA
Di kalangan masyarakat dan karena pengaruh pandangan atau
ajaran dari agama-agama lain, banyak orang menganggap bahwa kehidupan manusia
di dunia ini hanya sekali saja. Pandangan ini berbeda sekali dengan agama
Buddha, karena dalam Digha Nikaya, Brahmajala Sutta, Sang Buddha menerangkan
tentang kelahiran dan kematian yang berulang-ulang kali dapat diingat dengan
kemampuan batin yang dihasilkan oleh meditasi. Sang Buddha mengatakan bahwa :
“..... ada beberapa pertapa dan brahmana yang disebabkan oleh
semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan bermeditasi, ia dapat memusatkan
pikirannya, batin-nya, menjadi tenang, ia dapat mengingat alam-alam
kehidupannya yang lampau pada 1, 2, 3, 4, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100, 1000,
beberapa ribu atau puluhan ribu kehidupan yang lampau ..... 1, 2, 3, 4, 5,
10,20, 30, sampai 40 kali masa bumi berevolusi (bumi terjadi dan bumi hancur,
bumi terjadi kembali dan hancur kembali ..... dst.. ..... (tetapi) Tathagata
telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh daripada jangkauan
pandangan-pandangan mereka tersebut ....."
Telah kita ikuti di atas bahwa menurut pandangan Buddhis,
kehidupan/kelahiran manusia atau mahluk hidup bukan baru sekali saja tetapi
telah berulang-ulang kali hidup di bumi ini dan juga hidup di bumi-bumi yang
lain. Perpindahan kehidupan manusia dari sebuah bumi ke bumi yang lain
disebabkan karena bumi yang dihuninya telah hancur lebur atau kiamat, maka
setelah kematiannya di bumi tersebut ia terlahir di alam Abhassara (alam
cahaya). Kelahiran di alam Abhassara ini dapat dicapai oleh orang yang
melakukan meditasi ketenangan batin (samatha bhâvana). Alam Abhassara adalah
sebuah alam dari 31 alam kehidupan menurut kosmologi alam kehidupan Buddhis.
No comments:
Post a Comment