TERPUJILAH PARA BUDDHA, PARA BHODHISATTVA MAHASATTVA, SERTA PARA ARYA NAN BIJAKSANA..._/\_ NAMO BUDDHAYA _/\_


Hidup bukan untuk berharap, memohon, mengeluh.. Tapi hidup untuk berlatih, berusaha, berdoa dan teruslah berbuat baik.
Biarlah para mahluk suci menilai, melihat ketulusan dan keikhlasan dalam kebaikan yang kita lakukan. Selalu bersyukur saat para Buddha, Bodhisattva, Dewa, manusia atau mahluk suci lainnya memancarkan Welas Asih-nya kepada kita.

W E L C O M E ( E H I P A S S I K O )

Tuesday 19 November 2013

HAKEKAT KETUHANAN

Hakekat Ketuhanan (sifat-sifat Tuhan) dalam agama Buddha adalah Tidak berkondisi dan terbebas dari :

• Lobha ( Keserakahan )
• Dosa  ( Kebencian )
• Moha  ( Kegelapan batin )
       
Karena tidak berkondisi dan bebas dari Lobha, Dosa dan Moha,  maka sifat Tuhan adalah Maha Esa, karena hanya satu-satunya dan Maha Suci. Karena itu, Tuhan bisa dikatakan bersifat Impersonal (bukan pribadi), yaitu memahami Yang Mutlak/Tuhan sebagai Anthropomorphisme (tidak dalam ukuran bentuk manusia ).

Jika masih berpandangan bahwa Tuhan bersifat Personal, maka berarti masih berkondisi, yang berarti masih ada Dukkha (Penderitaan). Dengan demikian, bisa timbul pandangan bahwa Tuhan dapat disalahkan, sehingga kita tidak dapat mendudukkan Tuhan dalam proporsi yang sebenarnya dan mengaburkan kembali pandangan yang semula bahwa Tuhan adalah yang Tertinggi, Maha Suci, Maha Esa, Maha Tahu, dan sebagainya.


DEFINISI DAN ASAL-USUL KATA  “ TUHAN ”

* Dilihat dari Agama dan kepercayaan yang ada, Tuhan, Dei, Deos, God, Thien, pada intinya memiliki pengertian Penguasa, Pengatur alam semesta yang berkepribadian, yang dipercaya memiliki Super Power. Kepercayaan akan adanya Tuhan dimulai dengan konsep Politheis(banyak Tuhan) dengan tugas-tugas tertentu seperti kepercayaan Mesir dan Yunani kuno. Belakangan manusia mulai berpikir bahwa Tuhan yang jumlahnya banyak tersebut sudah tidak efektif lagi, karena mengurangi kredibilitas sesuatu yang Super Power. Selain itu timbul pemikiran perlunya Tuhan tertinggi untuk mengatur Tuhan-Tuhan yang lain, yang merupakan cermin dari hirarki kerajaan. Akhirnya terbentuklah konsep Monotheis (Tuhan yang satu).

* Etimologi (Asal Kata) Tuhan dalam bahasa Melayu juga memiliki sejarahnya sendiri. Kata Tuhan berasal dari kata Tuan sama artinya dengan kata “Lord” dalam bahasa Inggris, sama artinya dengan kata Gusti, yaitu seseorang sebagai tempat mengabdikan diri.

Hal ini dapat kita buktikan dengan mengamati dalam bahasa Jawa, seperti Gusti Raja, Gusti Putriyang kemudian muncul istilah Gusti Allah. Selain itu, juga dari satu sumber disebutkan, bahwa sebelum perkataan Tuhan diperkenalkan kepada rakyat Indonesia, rakyat Indonesia telah ber-Tuhan, akan tetapi tidak disebut dengan perkataan Tuhan. Di Jawa dikenal perkataan Pangeran. Tuhan atau Pangeran dalam bahasa Jawa sering digambarkan sebagai :

Gesang tanpo roh, kuwaos tanpo piranti, tan wiwitan daton wekasan, tan keno kinoyo ngapo, ora jaman ora makam, ora arah ora enggon, adoh tanpo wangenan, cedak tanpo gepokan (senggolan), ora njobo ora njero, lembut tan keno jinumput, gede tan keno kiniro-kiro.

Yang artinya :

Hidup tanpa roh, kuasa tanpa alat, tanpa awal tanpa akhir, tak dapat diapa-siapakan, tak kenal jaman maupun perhentian, tak berarah tak bertempat, jauh tak terbatas, dekat tak tersentuh, tak diluar tak didalam, halus tak terpungut, besar tak terhingga.

Kedatangan bangsa Barat dengan membawa agama Nasrani dan usaha menerjemahkan Injil, khususnya kata Lord ( Yesus ) kedalam bahasa Melayu, memberikan perubahan kata Tuan menjadi Tuhan. Hal ini terjadi karena kata Tuan memiliki konotasi yang sifatnya duniawi, dan dengan diubahnya kata tersebut menjadi kata Tuhan akan memberikan konotasi yang sifatnya Spiritual.

Bagaimana dengan Buddhisme ? Pada dasarnya dalam Buddhisme tidak terdapat ajaran mengenai Tuhan dalam pemahaman pengertian sebagai Penguasa, Pengatur alam semesta yang berkepribadian yang dipercaya  memiliki Super Power.  Tidak ada satupun pengertian dari Tuhan diatas yang dapat kita jumpai dalam teks-teks awal Buddhisme, kecuali beberapa sifat tertentu.

Kata Ketuhanan merupakan kata yang memiliki awalan ke dan akhiran an, ketika suatu kata dasar diberi imbuhan awalan ke dan akhiran an, maka kata tersebut memiliki perubahan arti.  Dalam hal ini kata Tuhan yang merupakan kata benda, ketika ditambah dengan awalan ke dan akhiran an, akan berubah menjadi kata sifat. Dengan kata lain, kata “Ketuhanan” berarti sifat-sifat atau hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.

Kesalahan umum mengenai pengertian dari kata Ketuhanan Yang Maha Esa , sering diartikan sebagai Satu sosok Tuhan yang tunggal ( tiada duanya ), jelas pengertian itu adalah salah. Jika yang dimaksud adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah Eka, bukan kata Esa. Karena kata Esa berasal dari bahasa Sansekerta/Pali, kata esa bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata Esa berasal dari kata Etad yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan Yang Mutlak. Sedangkan kata Satu dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta maupun bahasa Pali ada kata Eka.


Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan  yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan yang hanya Satu, tetapi Sifat-sifat  luhur/mulia Tuhan yang mutlak harus ada, sekali lagi bukan Tuhannya.


*Apakah hanya karena di kitab-kitab suci agama Buddha tidak pernah ditemukan kata-kata Tuhan, sehingga agama Buddha dianggap tidak ber-Tuhan ? (Atheis).  Pada dasarnya konsep Ketuhanan dalam Kitab Suci agama Buddha tidak diterjemahkan dalam kata Tuhan karena untuk menghindari pemahaman yang bias. Nibbana sebagai konsep Ketuhanan dalam agama Buddha selalu ditulis dalam bahasa aslinya untuk menghindari salah persepsi.

*Sesungguhnya dan ini adalah fakta, bahwa didalam Kitab Suci Nasrani dalam bahasa aslinya Ibrani, menyebut Tuhan sebagai Yahwe, sedangkan Al Quran menyebut Tuhan denganAllah, Weda/Hindu menyebut Tuhan dengan Sang Trimurti. Jadi, atas dasar apa kata Yahwe, Allah, Sang Trimurti lalu diterjemahkan menjadi kata Tuhan, apakah sosok Tuhannya sama ? Berbeda dengan kata Water, Sui, Banyu yang bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata Air karena mengacu pada benda yang sifat dan bentuknya sama.

*Lalu apakah Tuhan dari agama-agama tersebut mengacu pada Tuhan yang sama ?Tentu jawabnya TIDAK !, karena pada prinsipnya setiap agama memiliki konsep yang berbeda dan cukup signifikan. Kalau toh ada seseorang yang mengatakan bahwa Tuhan dari agama-agama yang berlainan itu adalah sama saja/Tuhan yang sama, lalu mengapa Tuhan yang sama itu memberikan aturan-aturan, perintah-perintah, wahyu, Firman yang sangat berbeda diantara agama-agama tersebut, yang justeru tak jarang pula perbedaan itu menimbulkan perdebatan-perdebatan, perpecahan bahkan peperangan diantara UmmatNya? Oleh karena itu, wajar dan sah saja bila konsep Tuhan didalam agama Buddha berbeda dengan konsep Tuhan di agama-agama lain.

Agama Buddha berlawanan dengan kebanyakan agama yaitu memberi pelajaran Jalan Tengah dan membuat AjaranNya Homocentris (berpusat pada manusia) yang berlawanan dengan kepercayaan-kepercayaan Theocentris (berpusat pada Tuhan). Dengan demikian Agama Buddha adalah Introvert (melihat ke dalam) dan berhubungan dengan pembebasan individu. Dhamma harus direalisasikan oleh diri sendiri (Sandittiko).


No comments:

Post a Comment