TERPUJILAH PARA BUDDHA, PARA BHODHISATTVA MAHASATTVA, SERTA PARA ARYA NAN BIJAKSANA..._/\_ NAMO BUDDHAYA _/\_


Hidup bukan untuk berharap, memohon, mengeluh.. Tapi hidup untuk berlatih, berusaha, berdoa dan teruslah berbuat baik.
Biarlah para mahluk suci menilai, melihat ketulusan dan keikhlasan dalam kebaikan yang kita lakukan. Selalu bersyukur saat para Buddha, Bodhisattva, Dewa, manusia atau mahluk suci lainnya memancarkan Welas Asih-nya kepada kita.

W E L C O M E ( E H I P A S S I K O )

Sunday 24 November 2013

WEI TUO PHU SA ( SKANDA BODHISATVA )

Wei Tuo Phu Sa (Skanda Bodhisattva). 



Wei Tuo adalah Bodhisattva pelindung Dharma yang biasanya dapat kita jumpai arcanya di samping Buddha Sakyamuni atau di samping/membelakangi Maitreya Bodhisattva. Bodhisattva ini digambarkan dengan pakaian perang lengkap dan tangannya memegang gada penakluk iblis, dengan wajah tampan dan mengenakan seragam dewa perang dengan memegang sebilah ruyung yaitu sejenis pedang yang berjeruji dan mengenakan selendang dewata. Wei Tuo sering juga ditampilkan sebagai malaikat pintu ( MEN SIEN ) yang menjaga vihara-vihara atau kelenteng-kelenteng Buddha, berdampingan dengan Cie Lan yang bermuka hitam dan berjenggot, memegang kampak. Kadang-kadang Wei Tuo juga dipuja tersendiri.

Hari lahirnya diperingati pada tanggal 17 bulan 3 Imlek. Cie Lan kadang-kadang ditampilkan sebagai Kuan Kong yang juga dihormati dikalangan Buddhis dan disebut Fo Fak (Bodhisattva Pelindung). Wei Tuo adalah komandan dari 31 jenderal langit dibawah She Ta Tien Wang/raja langit. Beliau bergelar Fo Fak Phu Sa (Bodhisattva pelindung ajaran Buddha), pelindung vihara-vihara, dan pelindung kitab suci ajaran Buddha. Di vihara-vihara Mahayana arca Wei Tuo di tempatkan tersendiri menghadap ke ruang utama vihara (Ta Siung Pau Tien). 

Menurut buku-buku ajaran Buddha, Wei Tuo adalah putra seorang raja langit (Tien Wang) yang karena kebajikannya, Sakyamuni Buddha mengangkat putranya sebagai pelindung Dharma ketika menaiki nirvana. Sebab itu ia berkewajiban melindungi anggota-anggota Sangha apabila mereka mengalami ganguan mara, si penggoda. Dan apabila terjadi perselisihan antara berbagai sekte. Wei Tuo menjalankan tugasnya secara damai. Dalam bahasa sansekerta, Wei Tuo disebut Skandha. Arcanya sering ditemukan di candi-candi kecil yang terletak di tikungan jalan, untuk melindungi si pemakai dari gangguan iblis. 

Wei Tuo adalah satu-satunya dewa yang mendapat gelar "Bodhisattva (phu sa)". Ini disebabkan karena beliau diramalkan di masa yang akan datang, akan diangkat menjadi Buddha  Rucika, yang merupakan Buddha terakhir dari ribuan Buddha jaman ini. 
Dalam kisah puteri Miao Shan, beliau adalah seorang panglima tertinggi (Goan Swe) yang melindungi puteri Miao Shan dalam merealisasi pembebasan. Namun, dalam salah satu tulisan suhu yang saya pernah baca, disebutkan bahwa kisah Miao Shan hanyalah mitos, Avalokitesvara yang sesungguhnya bukanlah puteri Miao Shan.

Dalam kisah lain, beliau adalah pangeran yang menjadi pelindung Dharma, beliau mengalahkan para siluman yang berusaha mencuri relik Sakyamuni Buddha.

Dalam kisah lainnya lagibeliau adalah Goan-Swe dari 34 Jenderal Langit (maaf jika salah!), beliau merupakan salah satu dari 24 Pengawal Langit (maaf jika salah) di bawah 4 Raja Langit. Jika kita melihat statusnya sebagai Pengawal Langit maka beliau adalah seorang Dewa (masih belum terbebas dari 6 alam samsara) bukan seorang Bodhisattva.
Namun kita harus ingat, banyak para dewa yang telah menjadi pelindung Dharma (Dharmapala) setelah mereka berikrar untuk menapaki jalur bodhisattva sehingga mereka telah mencapai, paling tidak adalah Bodhisattva Bhumi. Dalam Vajrayana, Bodhisattva mulai dari Bhumi disebut mereka yang mempunyai mata kebijaksanaan. Setelah mencapai Bhumi, progress mereka tak akan mundur lagi sampai mencapai Buddha yang sempurna. Mereka banyak melakukan kebajikan. Jika kita berjodoh dengan mereka maka kita sering mendapat pertolongan dari mereka. Bodhisattva Bhumi dapat melakukan 100 emanasi (100 perwujudan di tempat/alam yang berbeda tetapi pada waktu yang sama), mereka juga dapat melihat Buddha.
Di altar kita bila telah mempersemayamkan Dewa Kwan kong pasti ada pasangannya yaitu Dewa Wei tuo.

Di samping Bodhisattva dan Arahat, dalam agama Buddha dikenal banyak sekali makhluk surgawi yang mengemban misi mulia melindungi Buddha Dharma. Mereka secara tulus berikrar menjadi Dharmapala (Pelindung Dharma) dan pelindung praktisi Buddha Dharma yang tekun. 

Di antara sekian banyak dewa itu terdapat satu sosok Dharmapala yang sangat menonjol. Dalam tradisi Mahayana Tiongkok, dewa yang berasal dari tradisi India kuno ini sama terkenalnya dengan Dewa Kwan Kong (Guan Yu) yang juga merupakan salah satu Dharmapala.

Bila mengunjungi vihara Mahayana Tiongkok, saat melangkahkan kaki memasuki bangunan pertama vihara, figur pertama yang berhadapan dengan kita adalah Bodhisattva Maitreya dengan deretan Empat Maharaja Dewa dari Surga Caturmaharajika di kedua sisi. Masuk lagi ke dalam, ada satu figur yang membelakangi Bodhisattva Maitreya, dengan posisi berdiri sambil memegang tongkat Vajra. Seorang jendral perang berpenampilan gagah perkasa, namun bermimik muka bak seorang putra remaja. Figur ini menghadap ke dalam vihara berhadapan dengan rupang Buddha. Dialah Dharmapala Veda (Skanda), jendral surgawi yang berikrar sebagai Pelindung Dharma dan Sangha. Ada pula vihara yang menempatkan rupang Dharmapala Veda ini berpasangan dengan rupang Dewa Kwan Kong.

JENDRAL VEDA,

Veda ini sebenarnya adalah salah satu dari delapan jendral surgawi di bawah pimpinan Raja Dewa Virdhaka – salah satu Empat Maharaja Dewa Surga Caturmaharajika dari penjuru selatan. Setiap Empat Maharaja Dewa di empat penjuru Surga Caturmaharajika memiliki 8 jendral surgawi. Dari 32 jendral surgawi ini, Dharmapala Veda adalah panglima tertinggi. Meskipun merupakan makhluk alam Surga Karmadhatu (alam nafsu), Jendral Veda telah mempraktikkan brahmacari (perilaku suci) sehingga paras mukanya bagaikan seorang remaja dan tidak ternoda oleh kenikmatan alam surgawi.

Jendral Veda disebut juga dengan nama Dewa Skanda, sedang Buddhisme Tiongkok menyebutnya sebagai Bodhisattva Weituo. Istilah Weituo merupakan transliterasi dari kata Veda. Para umat Mahayana Tiongkok meyakini Gunung Tianmu (Tianmushan) di Propinsi Zhejiang, Tiongkok, sebagai tempat Dharmapala Veda membabarkan Dharma.

Adapun awal munculnya pemujaan Jendral Veda di vihara-vihara Tiongkok sangat erat hubungannya dengan kisah nyata dalam Daoxuan Lushi Gantonglu (Catatan Kontak Batin Bhiksu Lu Daoxuan) yang ditulis oleh Master Daoxuan, pendiri mazhab Vinaya di Tiongkok. Saat itu Bhiksu Daoxuan banyak berjasa dalam penyusunan literatur Vinaya serta menjalani disiplin Vinaya yang ketat. Moralitas kebajikan Daoxuan menggetarkan batin makhluk alam dewa sehingga seorang dewa dari Surga Caturmaharika datang mengunjungi beliau.
Adapun kontak batin dengan makhluk alam dewa secara perlahan-lahan mulai muncul setelah beliau menyelesaikan kitab “Xu Gaoseng Zhuan” (Lanjutan Riwayat Bhiksu Mulia) dan “Guang Hong Ming Ji” (Kumpulan Perluasan Pembabaran Ajaran Terang). 

Para dewa mengetahui bahwa usia kehidupan Daoxuan akan segera berakhir, maka satu demi satu berdatangan demi melengkapi berbagai topik vinaya yang belum sempat beliau selesaikan. Dewa pertama yang datang berkunjung memperkenalkan diri sebagai dewa yang mengemban tugas melindungi Buddha Dharma dan merupakan utusan dari Jendral Veda. Dewa tersebut berkata, “Jendral Veda sangat tekun dalam melindungi Buddha Dharma di 3 benua. Bila terdapat perselisihan yang riskan di ruang lingkup agama Buddha, maka Jendral Veda akan memberi nasehat untuk mendamaikan perselisihan itu. Oleh karena itu, beliau sangat sibuk hingga belum sempat datang berkunjung, sebab itu mengutus kami terlebih dahulu untuk menyampaikan hormat, namun tidak lama kemudian beliau pasti akan datang.”

Dewa kedua yang datang berkunjung memperkenalkan diri menyatakan telah mengikuti Jendral Veda sejak masa Buddha Kasyapa. Dewa ini berkata bahwa Jendral Veda telah menjalani kehidupan suci dan tidak melekat pada kenikmatan surgawi. Beliau silih berganti mengunjungi 4 benua (Jambudwipa di penjuru selatan, Purvavideha di penjuru timur, Aparagodaniya di penjuru barat dan Uttarakuru di penjuru utara) untuk memberi perlindungan kepada para bhiksu.

Berbeda dengan kondisi di Uttarakuru, ajaran Buddha hanya ada di tiga benua lainnya, namun meski demikian anggota Sangha di tiga benua ini kerap melakukan pelanggaran dan bertindak tidak sesuai dengan Dharma. Karena Buddha pernah berpesan agar selalu melindungi Buddha Dharma, maka para dewa pun tidak berani bersikap lalai dalam menjalankan misi mulia ini. Oleh karena itu, meskipun para bhiksu banyak melakukan pelanggaran sila, namun bila mereka melakukan satu kebajikan saja, maka pelanggaran-pelanggaran tersebut tidak akan dipersoalkan [oleh para dewa]. Meskipun para dewa dapat merasakan aroma busuk alam manusia menebar sejauh 400.000 mil hingga ke atas langit, namun karena pesan dari Buddha pulalah maka para dewa tetap berkenan mengunjungi alam manusia untuk memberi perlindungan. Lantas, Jendral Veda adalah satu dari 32 jendral surgawi yang paling gigih dalam melindungi Buddha Dharma. Setiap ada iblis Mara yang mengganggu para bhiksu, maka beliau akan segera datang untuk melindungi dan menyadarkan sesuai dengan sikon yang tepat. Bila beliau menemui Empat Raja Dewa, maka Raja Dewa akan menyambut beliau dengan sikap berdiri sebagai tanda hormat atas kegigihannya.

Akhirnya Jendral Veda sendiri datang mengunjungi Daoxuan. Jendral Veda lalu bercerita tentang kemerosotan agama Buddha di tanah India, dan perkembangannya di wilayah Tiongkok. Menurut beliau, para bhiksu di Tiongkok kerap melanggar sila namun masih memiliki rasa bersalah dan melakukan penyesalan. Meski batin mereka sering melakukan pelanggaran, namun perilakunya masih berusaha menjaga Sila. Itu pula sebabnya Jendral Veda sering memberi pesan kepada para dharmapala lain bahwa asalkan terdapat satu kebajikan saja yang dilakukan oleh para bhiksu, maka lupakan saja seratus kesalahannya. Jika melihat ada yang melakukan pelanggaran, walau sampai meneteskan air mata (sedih, karena melihat pelanggaran yang dilakukan para bhiksu tersebut), tetap harus menjaga dan melindungi para pelanggar itu, agar tidak disesatkan oleh para iblis Mara hingga meninggalkan Buddhasasana.

Menurut Dharmapala Veda, pelanggaran Sila yang dilakukan oleh bhiksu di dunia kita ini (benua Jambudwipa) masih tidak seberapa dibandingkan dengan bhiksu di benua Aparagodaniya di penjuru barat. Di Aparagodaniya, pemimpin vihara sangat berkuasa dan otoriter, mereka sanggup memobilisasi bhiksu yang berjumlah puluhan juta orang, hingga raja pun tidak sanggup melawan mereka. Mereka menyembunyikan emas di bawah stupa, dan di dapur menumpuk kepala ikan bagaikan gunung tingginya. Usus kambing menggantung lebih banyak daripada yang ada di tempat penjagalan. Namun dalam kondisi seperti inipun Dharmapala Veda masih berusaha melindungi mereka agar tidak semakin disesatkan oleh Mara. Bayangkan, betapa besar belas kasih beliau kepada para anggota Sangha dan betapa tegarnya beliau menahan diri agar tidak terpancing amarah melihat perilaku buruk para bhiksu sebagai realisasi atas ikrar agung untuk selalu melindungi Buddhasasana.

Pentingnya Rasa Malu dan Menyesal.

Hal lain yang menarik tentang Dharmapala Veda adalah kisah pertolongan beliau kepada Bhiksu Miaofeng (tradisi Chan) pada masa dinasti Ming (abad 16). Miaofeng adalah seorang terpelajar, namun setelah menyadari bahwa ilmu pengetahuan duniawi tidak sanggup menjawab hakekat hidup secara tuntas, ia kemudian memutuskan untuk menjadi bhiksu.
Setelah menjadi bhiksu, Miaofeng berlatih dengan tekun. Namun setelah melewati satu masa, ia merasa masih belum mencapai kemajuan yang berarti. Salah satu kelemahannya adalah sering mengantuk bila sedang bermeditasi. Dengan menyadari kekurangannya ini, Miaofeng lalu bertekad untuk berlatih di tepi jurang dengan pertimbangan rasa takut untuk terjatuh ke dasar jurang akan membuatnya selalu terjaga.

Saat pertama bermeditasi, terlihat cukup berhasil, ia sanggup mempertahankan kesadarannya dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun setelah melewati satu sesi waktu, akhirnya rasa kantuk menyerang dan benar saja dalam sekejap mata tubuhnya langsung terhempas ke dasar jurang. Ia tersentak, “Matilah aku sebelum mencapai keberhasilan!” Namun pada detik-detik yang menegangkan itu, tiba-tiba tubuhnya disanggah oleh sepasang tangan.
“Siapa yang menolongku?” 
Tidak terlihat sosok makhluk satu pun, hanya terdengar sebuah suara menjawab, “Wei tuo, sang Pelindung Dharma.” 
Miaofeng bertanya lebih lanjut, “Mengapa menolongku?” 
Weituo menjawab, “Siapapun yang menjadi praktisi sejati, aku akan melindunginya. Inilah ikrarku terhadap Buddha.” 
Mendengar jawaban ini, Miaofeng merasa sangat senang, lantas dengan rasa bangga bertanya, “Di dunia ini ada berapa banyak praktisi sejati sepertiku?”
Weituo menjawab, “Jumlahnya sebanyak pasir di Sungai Gangga. Karena melihat ketekunanmu, aku melindungimu. Tapi ternyata kamu malah menjadi sombong. Mulai sekarang, aku bersumpah tidak akan melindungimu lagi selama dua puluh kehidupan.”
Miaofeng yang awalnya begitu bangga disebut sebagai praktisi sejati, justru membuat Weituo kecewa. Semakin dipikirkan, Miaofeng semakin merasa malu dan bersalah, timbullah rasa penyesalan dalam dirinya. Ia lalu kembali ke tepi jurang untuk kembali bermeditasi dengan lebih tekun daripada sebelumnya. Sialnya, rasa kantuk masih saja datang menyerang. Ia terhempas untuk kedua kalinya. Kali ini dengan pasrah ia berkata dalam hati, “Tidak ada lagi yang menolongku kali ini.” Di tengah keputus-asaan ini, ternyata muncul lagi sepasang tangan yang sebelumnya pernah menolongnya.
“Bukankah selama dua puluh kehidupan tidak akan melindungiku lagi, mengapa sekarang kembali menolongku?” demikian tanya Miaofeng.
“Karena rasa bersalah dan penyesalan yang kau lakukan telah melampaui dua puluh kehidupan,” jawab Weituo.

Kisah Miaofeng ini mengajarkan kita bahwa rasa malu dan menyesal adalah sangat penting bagi praktisi Dharma, pun melukiskan betapa luhur dan konsistennya jiwa Weituo (Dharmapala Veda) dalam melaksanakan Jalan Bodhisattva sebagai Pelindung Dharma yang tidak memendam rasa kecewa ataupun mencampakkan praktisi yang berusaha memperbaiki diri.

Ikrar agung sebagai Pelindung Dharma sesungguhnya telah muncul sejak kalpa yang tak terhingga di masa lalu. Ikrar agung inilah yang menempatkan sang Jendral Surgawi ini sebagai Bodhisattva. Pada masa kalpa lalu yang tak terhingga, Veda merupakan salah satu dari seribu putra Raja Cakravartin yang bernama Fayi. Seribu putra raja ini kemudian dipastikan akan menjadi Buddha di era kalpa Bhadra, dengan Fayi sebagai calon Buddha yang keseribu. Sebagai Buddha terakhir di kalpa Bhadra.

Veda berikrar untuk selalu muncul dalam wujud sebagai pelindung Buddha Dharma. Sebagaimana diketahui, masa sekarang ini adalah masa kalpa Bhadra. Buddha pertama di era ini adalah Buddha Krakuchanda, selanjutnya adalah Buddha Kanakamuni, Buddha Kasyapa dan Buddha Sakyamuni. Inilah empat Buddha yang telah muncul di era kalpa Bhadra. Buddha ke-5 adalah Bodhisattva Maitreya, sedangkan Bodhisattva Veda adalah Buddha ke-1.000 dengan sebutan Buddha Rucika. Kata Rucika mengandung makna tangisan haru. Karena melindungi Dharma dan membantu para makhluk hidup mencapai pencerahan, Veda menangis haru dalam kesukacitaan, inilah makna nama Buddha Rucika.

Demikianlah keagungan Dharmapala Veda, Pelindung Dharma dan calon Buddha yang memiliki ikrar luhur. Sebagai siswa Buddha, kita sudah sepatutnya menjadikan Dharmapala Veda sebagai suri tauladan untuk selalu belajar dan berlatih dalam Dharma, agar Buddha Dharma dapat bertahan selamanya di dunia ini serta senantiasa hidup dalam batin setiap makhluk


Friday 22 November 2013

MANTRA MAHA KARUNA DHARANI

MANTRA AVALOKITESVARA (TA PEI COU)
MAHA KARUNA DHARANI


Mantra Maha Karuna Dharani telah dikenal oleh umat Buddhis Mahayana selama berabad-abad lamanya. Setiap hari mantra tersebut dibaca berulang kali oleh berjuta umat Buddhis Mahayana. Begitupula telah banyak naskah dari mantra tersebut yang telah dikenal oleh umat Buddhis Mahayana dengan bermacam-macam aksen dan suara, namun yang terpenting adalah pemusatan pikiran tingkah laku dan orang yang mengulang mantra tersebut. Akan lebih banyak membantu apabila seseorang telah mengerti tentang Trikaya di dalam ajaran Mahayana, yaitu:

Dharmakaya  : Dapat diartikan sebagai tubuh Dharma, sebagai suatu yang absolut dan sesuatu yang Maha Esa, sulit untuk menjabarkannya dalam bahasa manusia, tubuh ini secara filosofis di dalam ajaran Mahayana dimiliki oleh para Buddha dan Bodhisattva sebagai manifestasi dari kekuatan untuk memberkati.
Sambhogakaya : Dapat diartikan sebagai tubuh sinar, berkah dan kekuatan tubuh ini secara filosofis di dalam ajaran Mahayana dimiliki oleh para Buddha dan Bodhisattva sebagai manifestasi dari kekuatan untuk memberkati.
Nirmanakaya  : Adalah tubuh aktual dan nyata yang dimiliki oleh para Buddha dan Bodhisattva untuk menyampaikan Dharma. Hal tersebut juga dapat termanifestasi di dalam bentuk arca atau gambar dari para Buddha dan Bodhisattva, karena begitu sulitnya bagi anusia untuk mengerti dan membayangkan sesuatu yang absolut dan yang maha esa.   

Demikianlah bila pengertian tentang Trikaya telah dapat dimengerti, maka pengulangan mantra Maha Karuna Dharani akan lebih banyak membantu. Berikut ini adalah terjemahan singkat yang dikutip dari terjemahan bahasa Inggris dari buku “Popular Deities of Chinese Buddhism” yang disusun oleh Kuang Ming, terbitan Kuan Yin Contemplative Order, Malaysia 1985.

1.     Namo Ratnatrayaya
aku berlindung kepada Triratna
2.     Namo Aryavalokitesvaraya
Aku berlindung kepada Yang Maha Esa
3.     Bodhisattvaya Mahasattvaya Mahakarunikaya
Di dalam makhluk yang agung telah mencapai penerangan, di dalam yang penuh welas asih dan kasih sayang.
4.     Om_ Sarva Abhayah Sunadhasya
Om didalam perlindungan yang tak merasa takut dan gentar
5.     Namo Sukrtvemama Aryavalokitesvaragarbha
Semoga aku dapat berlindung didalam yang maha esa
6.     Namo Nilakantha  Mahabhadrasrame
Aku berlindung kepadamu, didalam kewelas-asihan
7.     Sarvathasubham Ajeyam Sarvasattvanamavarga Mahadhatu
Yang penuh dengan pengertian dari semua cara dan jalan yang suci, yang membuat semua makhluk berupaya dan mensucikan semua alam kehidupan.
8.     Tadyata: om _Avaloke Lokite Karate
Kepadanya om, yang maha esa, yang transenden di dunia.
9.     Hari Mahabodhisattva  Sarva Sarva Mala Mala
Oh hari makhluk agung yang terang/semuanya dari lingkaran bunga
10.   Maharrdayam Kuru Kuru Karmam
Inti dari dunia/buatlah sukses
11.   Kuru Kuru Vijayati Mahavijayati
Pekik kemenangan yang sukses/maha besar/pekik kemenangan
12.   Dhara Dhara Dharin Suraya
Berdirilah!berdirilah dan tegak oh indera!
13.  Chala Chala Mama Brahmara Muktir
Bergeraklah! Bergeraklah! Bebaskan saya dari gangguan pikiran.
14.  Ehi Ehi Chinda Chinda Harsham Prachali
Datanglah, datanglah, Dengarlah , dengarlah, dengarlah, suka cita yang timbul
15.  Basha Basham Presaya  Hulu Hulu Mala
Berbicaralah, berbicaralah berilah seruan!
16.  Hulu Hulu Hile Sara Sara Siri Siri Suru Suru
Suara-suara untuk permohonan di dalam doa
17.  Bodhiya Bodhiya Bodhaya Bodhaya
Bangkit, bangkit!
18.  Maitreya Nilakantha Dharshinina
Oh yang penuh dengan kasih! Dia yang patut didambakan.
19.  Payamama Svaha  Siddhaya Svaha  Maha Siddhaya Svaha
Kepada yang tak gentar, svaha! Kepada yang penuh kekuatan, svaha! Kepada yang penuh kekuatan yang maha besar, svaha!
20.  Siddhayogesvaraya Svaha  Nilakantha Svaha
Kepada yang penuh kekuatan dari kesatun dan kesatuan, dari kesatuan, svaha! Kepada yang agung, svaha!
21.  Varahananaya Svaha  Simhashiramukkhaya Svaha
Kepada yang kelihatan berwajah seram, svaha! Kepada yang berwajah singa,svaha!
22.  Sarvamahasiddhaya Svaha  Cahkrasiddhaya Svaha
Kepada yang memiliki semua kekuatan besar, svaha! Kepada yang memiliki chakra, svaha!
23.  Padmahastya Svaha  Nilakanthavikaraya Svaha
Kepada yang memegang teratai, svaha! Kepada yang agung, svaha!
24.  Mahasishankaraya Svaha
Kepada yang maha esa dan memberkati, svaha!
25.  Namo Ratnatrayaya
Aku berlindung kepada Triratna!
26.  Namo Aryavalokitesvaraya Svaha
Aku berlindung kepada yang maha esa, svaha!
27.  Om _Siddhayantu Mantrapadaya Svaha
Om! Semua hasil dari mantra ini terlaksana!

KETERANGAN TENTANG MAHA KARUNA DHARANI

Maha Karuna Dharani adalah mantra Sang Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Yin Phu Sa), yang disabdakan oleh Sang Sakyamuni Buddha, sebagaimana disebutkan dalam “The Sutra of Vast, Great, Perfect, Full, Unimpeded, Great Compassion Heart Dharani of The Thousand Handed, Thousand – Eyed Bodhisattva Who Regards The World Sounds”

Dharani atau mantara adalah kumpulan suku kata atau kata gaib/mistik yang mempunyai kekuatan luar biasa. Bila mantra dipergunakan dengan tepat dan benar, tiada hal yang tidak mungkin. Dalam karya terkenal “The India Buddhist Iconography”, Benoytosh Bhatta Charya menulis “dengan membaca mantra berulang-ulang akan timbul suatu kekuatan yang luar biasa, yang akan mengejutkan seluruh dunia”. Karuna artinya welas asih, rasa ingin membebaskan orang dari penderitaan. Jadi Maha Karuna Dharani adalah Dharani maha welas asih atau mantra maha welas asih, artinya: mantra yang dapat membebaskan umat dari semua penderitaan dan kesusahan serta dapat memberikan kebahagiaan. Dalam “The Dharani Sutra” disabdakan bahwa manfaat Maha Karuna Dharani antara lain adalah untuk memperoleh:

Kegembiraan dan kedamaian
Kebebasan dari segala penyakit
Umur panjang
Kemakmuran
Penghapusan karma berat
Hilangnya halangan dan kesusahan
Timbulnya dalam semua Dharani murni serta semua pahala dan kebajikan
Lenyapnya segala rasa takut
Pencapaian tujuan

Meskipun keampuhan mantra ini terdapat dalam banyak bidang, namun bagi orang awam kegunaannya lebih dikenal luas dalam bidang pengobatan.

Dalam usaha penyembuhan pada umumnya terdapat tiga hal:

inisiatif pengobatan oleh penderita dan keluarganya
sarana pengobatan melalui dokter, ahli pengobatan tradisional ataupun sarana lain.
pelaksanaan pengobatan dengan minum obat, mematuhi pantangan/anjuran dan sebagainya

bila mantra ini dipergunakan untuk pengobatan, ketiga hal tersebut dapat dilakukan oleh orang yang sama. Kunci terpenting adalah kemurnian hati dan kesujudan si pengucap mantra. Dalam Mantra Sacred word of Powers” mendiang john Blofeld : mantra luar biasa efektifnya, jika kondisi mental benar-benar dipenuhi”. Dalam “Shambala Reviews of The Books and Ideas” ia menulis: untuk melaksanakan standar moral yang agung, hal-hal yang diperlukan dalam pengucapan Maha Karuna Dharani adalah:

Fisik
Badan bersih, jauhi makanan hewan selama masa pengucapan mantra

Rohani
Hati sujud, tidak tamak, tidak membenci/mendendam, menjalankan pancasila Buddhis (yaitu : tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berdusta, dan tidak minum/makan sesuatu yang memabukkan).

Alat
Dupa wangi (antara lain: mawar dan melati) dan air untuk pengobatan.

Tempat
Vihara, kuil atau altar di rumah, terutama di hadapan Avalokitesvara Bodhisattva (lebih ideal yang dalam wujud banyak tangan), bila keadaan tidak memungkinkan, bisa dirumah dengan menghadap ke langit.

Cara
Nyalakan tiga batang dupa wangi, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sanghyang Adi Buddha, nyalakan tiga batang dupa wangi lagi dan berdo'a kepada Avalokitesvara Bodhisattva, ucapkan mantra ini 7 kali, atau 14 kali, 21 kali, atau sampai 108 kali, air di altar di mohon untuk diminum, ulangi cara ini setiap hari.

Uraian yang lebih rinci tentang pengobatan, misalnya bagi orang yang penglihatannya kabur, tuli, demam, sulit melahirkan, luka bakar, rasa takut mencekam terus menerus, insomnia(susah tidur), banyak kecelakaan dan kesusahan dalam keluarga, suami isteri cekcok terus, badan mati sebelah, gangguan setan atau roh jahat, menghilangkan rasa benci/dendam kepada orang dan lain-lain. Tiada penyakit yang tidakdapat disembuhkan bila dengan sujud dan menjalankan sila, tiap hari orang mengucapkan mantra ini 108 kali selama 1000 hari tanpa berhenti”.

Semula Maha Karuna Dharani tergolong dalam mantra-mantra yang hanya diturunkan terbatas oleh guru kepada siswanya yang telah diinisiasi, sehingga jelas tidak mudah mendapatkannya. Dalam sutra empat puluh dua bagian Sang Buddha bersabda: " adalah sulit menjumpai sutra-sutra Buddhis dan apabila seseorang benar-benar menjumpai Sang Jalan (kebenaran/Buddha Dharma), masih sulit dalam dirinya timbul keyakinan,” tentunya karena kita mempunyai Afinitas (pertalian, tumpuan ikatan, affinity) dengan Buddha Dharma, memiliki karma baik dan akar-akar kebajikan (Good Roots). Karena itu simpanlah mantra ini sebagai mustika dan ucapkanlah mantra ini sebagai bagian dari puja bhakti selama masa nabati (wujud dari puja bhakti selama nabati, wujud nyata metta karuna kepada semua makhluk hidup) serta pergunakanlah untuk menolong diri dan sesama umat pada waktu dibutuhkan dengan keimanan yang teguh dan semangat kewelas asihan sesuai dengan nama mantra ini.


BODHISATTVA AVALOKITESVARA


Avalokittesvara adalah Bodhisattva pemancar berkah Maitri (Cinta Kasih) dan Karuna (kasih sayang) yang memiliki kebesaran yang tiada tara. Ia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menolong para Makhluk yang menderita di dunia ini. Banyak yang memujaNya, termasuk di Indonesia, umat Buddha sejak Wangsa Sailendra telah memujaNya, terbukti dengan adanya Candi Borobudur dan Mendut, dimana Candi Mendut terdapat Rupang (patung) Avalokittesvara Bodhisattva. Dalam kepercayaan jawa ia dikenal juga sebagai Dewi Sri, dikalangan kepercayaan Tionghoa ia dikenal sebagai Dewi Kwan Se Im Poo Sat.

Pemujanya banyak yang telah menerima berkahnya, tetapi diantaranya ada yang tidak tahu sama sekali tentang asal-usulNya, bahkan ada yang tidak mau mempersoalkanNya, yang penting bagi mereka dapat memujanya dan mohon pertolonganNya. Ada yang berpendapat Avalokittesvara Bodhisattva adalah Miau San Kung Cu dari legenda Cina. Pendapat ini adalah tidak benar.

Asal mula Avalokittesvara Bodhisattva.

Pada beberapa kalpa yang lalu, ada Pratyeka Buddha bernama : Saddharma Virya Tatagatha Buddha. Saat ia memasuki tingkat kesempurnaan mencapai tingkat kesucian Pratyeka Bodhi terdengar olehNya keluh kesah penderitaan para makhluk yang berasal/akibat dari hasil perbuatan/buah karma dari makhluk itu sendiri yang tidak baik. Saddharma Virya Tatagatha melihat bahwa pada dasarnya setiap makhluk memiliki benih ke-Buddha-an dan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat kebuddhaan. Semua makhluk manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat ke- Buddha-an. Semua makhluk manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat Ke-Buddha-an, asalkan ia mau berjuang dengan melaksanakan Sad Paramita (Dana Paramita, Sila Paramita, Ksanti Paramita, Virya Paramita, Dhayana Paramita, Prajna Paramita).

Melihat kesunyataan ini, timbullah rasa belas kasihan dari Saddharma Virya Tatagatha dan ia bertekad dengan Maha Maitri Karuna (Kekuatan Cinta Kasih dan Kasih Sayang) Nya menolong para makhluk agar terbebas dari penderitaan dunia, Prasetya/Kaul diujarkan, saat itu juga di udara muncul para Buddha dan para Bodhisattva Mahasattva yang memuji kebesaran tekad dari saddharma Virya Tatagatha, sambil mengucapkan mantra “Maha Maitri Karuna Sahashera Bhujerah Sahashera Netra Dharani”.

Referensi: Kitab Suci “Maha Karuna Dharani Sutra” .

Mantra ini merupakan dasar pokok kekuatan dari saddharma Virya Tatagatha Buddha (kwan Im Poo Sat) dalam menolong para makhluk dari penderitaan dunia loka ini.

Jasa dan pahala Saddharma Virya Tatagatha Buddha tiada taranya, ia dengan memperhatikan dan menolong suara keluh kesah penderitaan makhluk di dunia ini, maka oleh Sakyamuni Buddha ia diberi nama: AVALOKITTESVARA BODHISATTVA dengan memperhatikan keluh kesah penderitaan para makhluk dan menolongnya). Pengertian ajaran dan kegaiban serta cara menolong Avalokittesvara Bodhisattva terdapat dalam kitab suci Saddharma Pundarika Sutra, bagian XXV tentang “AVALOKITTESVARA BODHISATTVA SAMANTHA-MUKHA PARIVARTA”

Sutra Avalokittesvara Bodhisattva Samantha-mukha Parivarta/Kitab Suci mengenai Kwan Se Im Poo Sat.

Bunyi Saddharma Pundarika Sutra bagian XXV ini antara lain adalah:
Waktu itu Akohayamati Bodhisattva Mahasattva bangkit dari tempat duduknya, dengan jubah terbuka bahu kananNya menyembah kepada Sang Buddha, seraya berkata: “Sang Tatagatha, apakah sebabnya sehingga Saddharma Virya Tatagatha disebut Avalokittesvara Bodhisattva?”

Sang Buddha memberikan penjelasan sebagai berikut: “Siswa pria yang berbudi, jikalau terdapat, para makhluk, ratusan, ribuan, laksaan, jutaan tiada taranya, menderita berbagai penderitaan, mendengar nama Avalokittesvara Bodhisattva segera memusatkan perhatiannya kepada nada suara tersebut: terbebaslah semua penderitaannya.

Penjelasan singkat:

Buddha adalah nama yang telah mencapai tingkat kesempurnaan, yang telah bebas dari segala penderitaan: dan yang dapat membimbing semua makhluk keluar dari roda samsara/alam penderitaan.
Buddha ada tiga jaman: dahulu, sekarang dan yang akan datang.

Buddha jaman dahulu banyaknya tiada terkira, yang umum dikenal ada 7 Buddha:

  1. Namo Bhagavate Dridadasurasenapraharanarajaya Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya.
  2. Namo Bhagavate Amitabhaya Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya.
  3. Namo Bhagavate Akshobyahya Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya.
  4. Namo Bhagavate Bhaishajaguru Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya.
  5. Namo Bhagavate Sampuspitasalendrarajaya Arhate Samyaksambuddhaya.
  6. Namo Bhagavate Sakyamunaye Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya.
  7. Namo Bhagavate Ratnakusumaketurajaya Tathagataya Arhate Samyaksambuddhaya.
Buddha jaman sekarang adalah Sakyamuni Buddha (Sidharta Gautama Buddha) atau lebih dikenal Dengan sebutan “Sang Buddha”,  Buddha yang akan datang disebut “Maitreya”.

“Siswa pria yang berbudi” artinya murid Sang Buddha yang mendengarkan dan melaksanakan Buddha Dharma dalam kehidupannya sehari-hari. (pria = jiwa besar, jadi bukanlah pengertian laki-laki).

“Jikalau terdapat para makhluk, ribuan, laksaan, jutaan tiada taranya” artinya jumlah para makhluk yang hidup pada 6 alam tumimbal lahir yaitu:

  1. Alam Dewa,
  2. Alam Asura,
  3. Alam Manusia,
  4. Alam Binatang,
  5. Alam Setan kelaparan
  6. Alam Neraka.
Setiap manusia sebelum ia memperoleh tingkat kesucian (kesempurnaan yang sejati) dalam penghidupannya. Setelah ia meninggal akan dilahirkan disalah satu 6 alam tumimbal lahir yang penuh penderitaan ketidak kekalan, hasil buah karma yang buruk, yang disebabkan oleh perbuatannya yang lalu.

"Mendengar nama Avalokittesvara Bodhisattva, dengan sujud hati memuja namaNya,  Avalokittesvara Bodhisattva segera memusatkan perhatiannya kepada nada suara tersebut artinya para penderita, baik akibat karma yang lalu maupun sekarang, asalkan dengan sujud hati (konsentrasi) memuja namanya, Avalokittesvara Bodhisattva akan menolong penderitaan makhluk itu."

“Terbebaslah semuanya” artinya terbebaslah/lenyaplah semua penderitaan yang dimohonkan/dimintakan oleh si penderita kepada Avalokittesvara Bodhisattva, timbulnya kebahagiaan.

Berkah memuja nama Avalokittesvara Bodhisattva:
Dari isi sabda Sang Buddha ini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa Sang Buddha mengajarkan kepada umatNya untuk memuja nama Avalokittesvara Bodhisattva agar terbebas/tertolong dari penderitaan dunia. Timbul pertanyaan: apakah dengan hanya memuja saja nama Avalokittesvara Bodhisattva kita akan terbebas dari buah karma buruk?.

Kita hidup dialam manusia yang penuh dengan aneka macam percobaan dari kehidupan ini, baik yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (yang dapat membuat diri kita lupa daratan, dendam, irihati maupun benci). Semua yang terjadi dalam kehidupan kita ini, semuanya adalah hasil dari pikiran kita yang lalu, yang dilakukan oleh ucapan, pikiran, dan badan.

Dengan ucapan, pikiran dan badan kita melakukan perbuatan jahat yang mengakibatkan karma buruk atau sebabnya penderitaan. Jika kita ingin bebas dari penderitaan, dariNya juga kita merubahnya, asalkan kita yakin: apa yang kita lakukan pasti dapat berubah, manis atau pun pahit, tergantung dari bentuk peruatan kita tersebut.

Dengan sujud hati dan memuja nama Avalokittesvara Bodhisattva, berarti kita selalu melakukan karma baik, karena: mulut menyebut/memuja namaNya, pikiran konsentrasi kepadanya dan badan bersujud kepadaNya. Terbebaslah/lenyaplah penderitaan.
Karenanya, kepada siapa yang selalu melaksanakan Dharma (ajaran) Nya dalam kehidupan sehari-hari, melaksanakan ibadah/kebaktian/sembahyang, puja bakti dan memuja nama para Buddha dan para Bodhisattva Mahasattva selalu berada didekatnya dan memberkahinya, ia akan memperoleh keadaan batin yang seimbang dan bersih, bebas dari rasa gelisah, jauh dari penyakit, rasa kekurangan dan kesusahan, bertambahnya karma baik, selalu sukses dalam kehidupan, yang akhirnya timbul kebahagiaan dan berkembangnya jiwa keBuddhaan bebas dari segala penderitaan.

Namo Avalokittesvara Bodhisattva”  “Segala Puji Dipersembahkan kepada Avalokittesvara Bodhisattva yang maha penolong”.

Sarva Buddha Bodhisattvabhaya Sukhiastu Bhavantute Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Para Buddha dan Boddhisattva Mahasattva memberikan Berkah dan Kebahagiaan bagi Anda sekalian.


Thursday 21 November 2013

KATA BIJAK KHALIL GIBRAN

Khalil Gibran berkata :

Manusia hanyalah pengendara di atas punggung usianya.
Digulung hari demi hari, bulan, dan tahun tanpa terasa.
Nafas kita terus berjalan seiring jalannya waktu, setia menuntun kita ke pintu kematian..

Sebenarnya dunialah yang makin kita jauhi dan liang kuburlah yang makin kita dekati.

Satu hari berlalu, berarti satu hari pula berkurang umur kita.
Umur kita yang tersisa di hari ini sungguh tak ternilai harganya, sebab esok hari belum tentu jadi bagian dari diri kita.

Karena itu, jika hari berlalu tapi tiada Kebaikan dan Kebajikan yang kita lakukan maka akan keringlah batin kita.

Jangan tertipu dengan usia muda, karena syarat untuk mati tidaklah harus tua.

Jangan terperdaya dengan badan sehat, karena syarat untuk mati tidak pula harus sakit.


Mari teruskan berpikiran yang baik, berkata baik, dan berbuat yang baik!


KATA BIJAK KEHIDUPAN

Hidup Aman dan Selamat. 

Mobil mahal bukan jaminan KESELAMATAN…
Menyetir dengan HATI-HATI dan SABAR itulah kunci KESELAMATAN…

Membawa selusin Bodyguard bukan jaminan KEAMANAN…
Rendah HATI, RAMAH dan tidak MENCARI MUSUH, itulah kunci KEAMANAN…

Obat dan vitamin bukan jaminan HIDUP SEHAT…
Jaga MULUT, jaga HATI, ISTIRAHAT CUKUP dan Olahraga yang TERATUR itulah kunci HIDUP SEHAT….

Rumah mewah bukan jaminan KELUARGA BAHAGIA…
Saling MENGASIHI, MENGHORMATI dan MENGAMPUNI, itulah kunci KELUARGA BAHAGIA…

Gaji tinggi bukan jaminan Kepuasan HIDUP…
BERSYUKUR, BERBAGI dan saling MENYAYANGI itulah kunci Kepuasan HIDUP…

Kaya raya bukan jaminan hidup TERHORMAT…
JUJUR, SOPAN, MURAH HATI dan menghargai SESAMA itulah kunci hidup TERHORMAT…

Hidup berfoya-foya bukan jaminan BANYAK SAHABAT…
SETIA KAWAN, BIJAKSANA, MENGHARGAI, menerima TEMAN APA ADANYA, dan suka MENOLONG itulah kunci BANYAK SAHABAT…

Kosmetik bukan jaminan KECANTIKAN…
SEMANGAT, KASIH, CERIA, RAMAH dan SENYUMAN itulah kunci KECANTIKAN…

Satpam dan tembok rumah yang kokoh bukan jaminan HIDUP TENANG…
Hati yang DAMAI, KASIH dan tiada KEBENCIAN itulah kunci KETENANGAN dan rasa AMAN…

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “JAM DINDING”, dilihat orang atau tidak ia tetap BERDETAK…
Dihargai orang atau tidak ia tetap BERPUTAR…
Diterima-kasihi atau tidak ia tetap ‘BEKERJA’…

Kalau Anda bilang Anda SUSAH, banyak orang yang LEBIH SUSAH dari Anda. Dan, kalau Anda bilang Anda KAYA, banyak orang yang LEBIH KAYA dari Anda!
Nikmatilah HIDUP selama Anda masih diberi HIDUP & belajarlah BERSYUKUR dengan KEADAANMU! Karena Anda TIDAK AKAN TAHU kapan Anda akan kembali kesisiNya.

Sesungguhnya ada banyak KEBAIKAN di sekeliling kita, namun sering KEEGOISAN menutupi hati, membuat kita tidak MELIHATNYA.

Sesungguhnya kehidupan kita sudah BAHAGIA, namun rasa TIDAK BERSYUKUR membuat kita hidup MENDERITA.

Sesungguhnya pekerjaan kita SUDAH BAGUS. Namun ambisi berlebihan membuat kita terus mengeluh dan mengeluh.

Sesungguhnya kita sudah memiliki BANYAK Materi. Namun KESERAHKAAN membuat kita merasa MISKIN.

Sesungguhnya kita punya banyak SAHABAT, namun KEBENCIAN membuat kita memandang mereka sebagai MUSUH.

Kunci permasalahan ada di dalam diri kita masing-masing. Tetap berpikir positif sekalipun dalam kondisi terburuk.

KEBAHAGIAAN,

Keberhasilan yang Anda miliki bukan untuk disombongkan melainkan untuk diteladani. Jangan pernah memandang orang sebelah mata karena setiap orang itu pasti ada masa jayanya. Hidup ini bukan hanya untuk mengejar harta, melainkan juga untuk memperkaya hati agar keseimbangan hidup terjadi.

Orang menjadi tidak bahagia saat ia mulai memimpikan sesuatu yang tidak realitis. Dan orang bahagia adalah mereka yang bisa menerima kehidupan nyata apa adanya.

Jika hati sedang galau, coba renungkan; semakin dipikirkan semakin galau, lepaskan saja maka engkau akan bahagia. Jika ada yang merendahkanmu, jangan dijawab dengan kata-kata. Jawablah dengan karya nyata.

BERSYUKUR,

• Jika engkau memandang hidup dengan rasa syukur, semuanya menjadi indah dan luar biasa!
Gubuk menjadi nyaman bagai istana. Dipan keras  menjadi empuk bagai spring bed. Nasi putih dan kecap bagai sarapan raja.

• Setiap hari adalah hari yang baik. Setiap saat adalah saat yang indah.
Berjalan, duduk atau berbaring adalah kebahagian hidup.

• Bekerja, berkeringat dan berjerih payah adalah kepuasan dan kemuliaan hidup.

• Jika engkau tidak mampu bersyukur, semua yang baik dan indah akan menjadi jelek dan menyakitkan.

• Ke mana pun engkau pergi, apa pun yang engkau kerjakan adalah penderitaan.
Tiada hari tanpa kegelisahan.
Tiada saat tanpa kejenuhan!

• Bukan hidup yang membuat engkau jenuh tapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya menjadi jelek dan menjenuhkan.

• KESULITAN SEBESAR APA PUN AKAN TERASA WAJAR bagi jiwa yang tetap melebihkan syukur daripada mengeluh.

• Karena, bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi bersyukurlah yang menjadikan kita berbahagia.

• Jiwa yang malas, tetap tersesat walau pun sudah sampai.
Jiwa yang tamak, tetap mengeluh di atas kekayaan.

• Jiwa yang bersyukur, akan berbahagia bahkan di atas masalah.
PERCAYALAH, BERSYUKUR ITU AJAIB!!!

TANYA JAWAB DALAI LAMA

Dalai Lama diwawancara Leonardo Boff, tokoh Teologi Pembebasan Amerika Latin.

Pertanyaannya :

“Agama apa yg terbaik?”

Dalai Lama menjawab sambil tersenyum, menatapku secara langsung, yang mengejutkanku, karena menyadari maksud jahat di balik pertanyaanku.
Beliau jawab :

”Agama yang paling baik adalah agama yang membawamu terdekat dengan Tuhan. Agama yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik.”

Pertanyaan:

Untuk menutupi perasaan malu, karena jawaban yang sangat bijaksana, saya bertanya: “Apa yang membuat saya menjadi lebih baik?”

Beliau jawab:

“Apapun yang membuatmu lebih berwelas asih, lebih masuk akal, lebih terlepas, lebih mencintai, lebih memiliki rasa kemanusiaan, lebih bertanggung jawab, lebih etis. Agama yang melakukan semua itu terhadapmu adalah agama terbaik.”

Saya terdiam sejenak, mengagumi dan bahkan sekarang memikirkan jawabannya yang bijaksana dan tak terbantahkan:
”Saya tidak tertarik temanku, tentang agamamu atau apakah kamu beragama ataupun tidak.

Apa yang penting untukku adalah tingkah lakumu di hadapan rekan, keluarga, pekerjaan, komunitas anda dan di hadapan dunia. Ingatlah, bahwa semesta adalah gema dari tindakan dan pikiran kita.”

“Hukum aksi dan reaksi tidaklah semata-mata untuk ilmu alam. Akan tetapi juga hubungan antar manusia.
Jika saya bertindak dengan kebaikan, saya akan menerima kebaikan. Jika saya bertindak dengan kejahatan maka saya akan mendapatkan kejahatan.”

“Kamu akan selalu mendapatkan apa yang kamu inginkan untuk orang lain.
Menjadi bahagia bukanlah takdir. Akan tetapi adalah masalah pilihan.”


Akhirnya dia berkata :
“Berhati-hatilah akan pikiranmu karena mereka akan menjadi perkataan.
Berhati hatilah pada kata-katamu karena mereka akan menjadi tindakan.
Berhati-hatilah pada tindakanmu karena mereka akan menjadi kebiasaan.
Jagalah Kebiasaanmu karena mereka akan membentuk karaktermu.
Jaga Karaktermu, karena akan membentuk nasibmu, dan nasibmu adalah hidupmu…”


MENGAPA BANYAK TRADISI / SEKTE DALAM AGAMA BUDDHA??



Sang Buddha membabarkan ajaran-Nya dengan banyak cara karena mahluk hidup (semua mahluk yang memiliki kesadaran tetapi belum menjadi Buddha, termasuk juga yang berada di alam-alam kehidupan lain) mempunyai watak, kebiasaan, dan minat yang berbeda-beda. Beliau tidak pernah mengharapkan kita semua cocok dengan satu bentuk sehingga ajaran-Nya pun di berikan dalam banyak cara dan dalam beragam cara melatih diri - dengan demikian tiap orang bisa menemukan sesuatu yang sesuai dengan tingkat kesadaran dan kepribadiannya.


Dengan keahlian dan belas kasih-Nya dalam menuntun yang lain, Sang Buddha memutar roda Dhamma sebanyak tiga kali - setiap kali selalu dengan sedikit perubahan sistem filosofi. Tetapi esensi dari semua ajaran itu sama : tekad yang teguh untuk keluar dari lingkaran penderitaan yang berulang-ulang (samsara), belas kasih kepada mahluk lain, dan kebijaksanaan tanpa ke"aku"an.

Tidak semua orang menyukai menu yang sama. Jika sebuah jamuan besar terhampar di depan kita, kita kan memilih makanan yang kita senangi. Tidak ada keharusan untuk menyukai semua makanan. Akan tetapi, meski kita lebih menyukai makanan yang manis-manis, tidak berarti bahwa yang asin tidak baik dan mesti di buang! Demikian juga halnya, kita bisa saja memilih suatu pendekatan khusus dari Ajaran: apakah itu Theravada, Tanah Suci (Sukhavati), Zen, Vajrayana, dan sebagainya. Kita memiliki kebebasan untuk memilih pendekatan yang paling sesuai, yang dengannya kita merasa paling nyaman. Pun begitu, kita harus tetap mempertahankan pikiran yang terbuka dan menghormati tradisi yang lain. Seiring dengan berkembangnya batin, kita bisa mengerti unsur-unsur dalam tradisi yang lain yang gagal kita pahami pada awalna. Singkatnya, apa saja yang berguna dan bermanfaat bagi kita untuk hidup lebih baik, kita praktekan, tanpa perlu menolaknya. Sementara itu, jangan menempelkan identitas padanya dengan cara-cara yang konkret, seperti: “Saya seorang Mahayanis, engkau seorang Theravadin,” atau ” Saya seorang Buddhis, engkau seorang Kristen.” Adalah penting untuk diingat di sini bahwa kita semua adalah mahluk hidup yang mencari kebahagiaan dan ingin menyelami Kebenaran, yang masing-masing menemukan satu metoda yang sesuai.

Bagaimanapun, mempertahankan pikiran yang terbuka terhadap pendekatan yang berbeda tidak berarti mencampur-adukan semuanya dengan acak, dan membuat latihan kita seperti cap-cai. Jangan mencampur teknik-teknik meditasi dari tradisi yang berbeda dalam satu latihan meditasi. Dalam satu masa latihan, lebih baik mempraktekkan satu cara saja. Jika kita mengambil sediikt dari teknik ini dan secuil dari teknik itu, tanpa benar-benar mengerti satu teknik pun, hasilnya barangkali hanya kebingungan!

Meskipun ajaran dari suatu tradisi bisa memperkaya pengertian dan latihan dari teknik yang lain, di nasihatkan untuk mempraktekkan hanya satu metoda dalam latihan sehari-hari. Jika kita melakukan meditasi pernafasan hari ini, melafalkan Buddha keesokan harinya, meditasi analitis pada hari ketiga, maka kita tidak akan memperoleh kemajuan dalam satu metoda pun karena tidak adanya kontinuitas dalam latihan tersebut.




TUMIMBAL LAHIR ( REBITH )


“Apa yang terjadi sesudah kita mati ?.”

Ada tiga macam jawaban untuk pertanyaan itu, yaitu :
  1. Mereka yang percaya pada adanya  “Tuhan penguasa semesta”  akan menjawab, bahwa setelah mati seseorang akan ditempatkan di Surga abadi atau Neraka abadi, tergantung pada perbuatan atau agama orang itu.
  2. Yang lain mengatakan bahwa bila hidup seseorang berakhir, keberadaannya juga berakhir. Ini adalah kepercayaan “Kemusnahan pada kematian“, yang merupakan pandangan materialistik.
  3. Sang Buddha berkata bahwa setelah kematian, kita akan terlahir pada kehidupan baru, dan bahwa proses mati dan terlahir kembali ini akan berkelanjutan sampai kebebasan Nibbana tercapai.

Agama Buddha menganggap kedua pandangan diatas tidak benar dan tidak lengkap.

Pandangan pertama ditolak karena tidak masuk akal, tidak adil dan kejam. Si Jahat tidak semestinya dilaknat hukuman abadi di Neraka, juga Si baik tidak semestinya dianugerahi Surga abadi, hanya karena berbuat kejahatan atau kebaikan dibumi selama 60 atau 80 tahun atau Sepanjang hidupnya sekalipun, masa 60 atau 80 tahun tidak sebanding dengan kebahagiaan atau kesengsaraan abadi yang diterimanya.
Juga adalah tidak masuk akal bahwa “ Tuhan yang semestinya Maha Pengasih ” mencampakkan dan menghukum “ Ciptaannya” berupa siksaan dan kesakitan selama jangka waktu yang tidak terbatas/abadi.

Pandangan diatas juga tidak bisa menjawab banyak pertanyaan-pertanyaan penting sehubungan dengan itu, seperti :

* Apa yang dialami para binatang setelah mati ?,

* Apa yang terjadi pada jutaan bayi yang mati dalam kandungan ?

* Apa yang terjadi dengan bayi yang begitu lahir segera mati ?, apakah mereka ke Surga atau ke Neraka?.

Kalau ke Surga, maka jelas tak adil, sebab mereka belum pernah berbuat baik, lalu bila ia dihukum di Neraka,  juga tidak adil karena mereka belum sempat  berbuat kejahatan.

Pandangan materialistik, juga tidak dapat menjawab banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar. Para kaum materialistik sulit menjawab fenomena kompleks, misalnya bagaimana kesadaran manusia yang timbul setelah pertemuan dua sel kelamin dan perkembangannya selama 9 bulan.

Saat ini, setelah Parapsikologi telah diterima sebagai cabang ilmu pengetahuan, fenomena seperti telepati dan sebagainya, bertambah tidak cocok dengan pandangan kaum materialistik tentang batin manusia. Agama Buddha menawarkan keterangan yang sangat memuaskan tentang darimana kita datang dan apa yang akan terjadi setelah kita mati.

Proses kelahiran kembali, yang disebut Punabbhava, 
secara harfiah berarti “ Menjadi lagi ”.

Sang Buddha berkata:
“ untuk dapat terlahir kembali, Tiga syarat harus dipenuhi : 
Sepasang( Calon ) Orang tua yang subur,
 hubungan seksual dan adanya gandhabba”
(Majjhima Nikaya I : 265).

Istilah gandhabba berarti “ Datang dari tempat lain “, mengacu pada suatu arus energi batin yang terdiri dari kecenderungan-kecenderungan, kemampuan-kemampuan dan ciri-ciri karakteristik yang meninggalkan badan yang telah mati. 

Ketika badan mati, “ Batin bergerak keatas ” /uddhamgami . (Samyutta Nikaya V : 370 ) , dan mengembangkan diri lagi pada sel telur (calon) ibu, yang baru saja dibuahi. 

Janin tumbuh, lahir dan berkembang sebagai pribadi baru dengan diprasyarati, baik oleh karakteristik batin yang terbawa ( dari kehidupan lampau ) juga oleh lingkungan barunya. Kepribadiannya akan berubah dan bermodifikasi oleh usaha kesadaran, pendidikan, pengaruh orang tua dan lingkungan sosial. Watak menyukai atau tidak menyukai, bakat kemampuan dan sebagainya, yang dikenal sebagai “ Sifat bawaan dari sejak lahir “ pada setiap individu sebenarnya adalah terbawa dari kehidupan sebelumnya. Dengan kata lain, watak serta apa yang dialami pada kehidupan kita saat sekarang, pada tingkat-tingkat tertentu adalah hasil (vipaka ) dari perbuatan ( kamma ) kehidupan lampau. Perbuatan-perbuatan kita selama hidup, demikian pula, akan menentukan di alam kehidupan mana kita akan dilahirkan.

Secara sederhana, untuk dapat mengerti bagaimana “ Batin berpindah ” dari satu badan ke badan yang lain, maka kita dapat membandingkannya dengan pancaran siaran radio. Gelombang radio, yang jelas memang tidak terdiri atas musik atau pidato, namun adalah energi pada frekwensi-frekwensi yang berbeda, dipancarkan lewat angkasa, tertarik dan ditangkap oleh pesawat penerima/radio yang kemudian disiarkan sebagai musik atau pidato. Dengan cara yang sama, “batin” meninggalkan badan pada saat kematian, bergerak diangkasa, tertarik dan masuk ke sel telur yang telah dibuahi dan di “siarkan”  sebagai suatu pribadi baru. (ada banyak Bukti-bukti ilmiah yang mendukung, pendapat para filsuf dan laporan-laporan pendapat umum tentang doktrin kelahiran kembali ini)

Doktrin kelahiran kembali amat menarik karena sangat adil.

Menurut pandangan agama lain, walau seorang berprilaku baik dalam hidupnya, maka ia tetap saja dapat dihukum selamanya di neraka kekal, karena dianggap memeluk agama yang salah.Ini jelas sangatlah tidak adil.

Karma dan kelahiran kembali berarti orang baik akan terlahir baik, apapun agama yang dianutnya. Pula orang jahat akan tetap mempertanggung jawabkan perbuatannya, walaupun ia“ Insaf ” dan mengubah agamanya dimenit-menit terakhir kehidupannya. Doktrin kelahiran kembali juga memungkinkan setiap orang untuk senantiasa mempunyai kesempatan lagi. Pandangan agama lain, hanya memberikan kesempatan sekali saja. Apa yang dia perbuat dan apa agama yang dianutnya pada masa hidupnya yang singkat ini, menentukan bagaimana dia selamanya secara kekal. Sebaliknya, Sang Buddha menegaskan bahwa bila kita gagal memurnikan diri kita pada kehidupan ini, kita masih dapat melakukannya pada kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang berikutnya lagi. Kelahiran kembali juga memungkinkan kita untuk senantiasa menyempurnakan keahlian dan minat kita yang telah kita kembangkan saat ini, pada kehidupan yang akan datang.

Dengan demikian, secara jujur beralasan bila dikatakan, doktrin kelahiran kembali lebih dapat diterima, lebih adil dan lebih menarik hati dibanding teori tentang masalah sesudah kematian yang lain.

Banyak orang enggan menerima doktrin kelahiran kembali karena mereka tidak mampu memahaminya atau karena mereka tidak mampu mengingat kelahiran mereka sebelumnya. Ini bukan alasan yang masuk akal. Kelahiran kembali adalah suatu proses yang tidak dapat diamati dengan indera. Kelahiran kembali tidak dapat ditemukan dengan pengukuran dan perhitungan matematis atau menggunakan peralatan ilmiah dan mesin, tidak pula dapat difoto atau ditimbang. Namun demikian, bukan berarti Kelahiran kembali itu tidak ada. Manusia modern telah sampai pada kesimpulan bahwa ada begitu banyak hal di alam semesta ini yang tidak dapat diamati dengan indera biasa, sekalipun dengan peralatan ilmiah yang tercanggihpun.

Sang Buddha adalah ahli terbesar dalam hal kelahiran kembali (Tumimbal lahir), Pada malam agung Pencerahannya, dalam pengamatan pertama Sang buddha mengembangkan pengetahuan menyadari masa lampau yang memungkinkan mengingat berbagai kehidupan lampaunya,

Sang Buddha berkata : 
“ Aku mengingat kembali kehidupan-kehidupanku yang lampau, yaitu satu kelahiran, dua, tiga, empat, lima, sepuluh, dua puluh, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran….. demikianlah aku mengingat kembali kehidupan-kehidupanku yang lampau, terperinci berserta ciri-cirinya. Inilah pengetahuan sejati pertama yang kucapai pada malam jaga pertama…..”.

“ Aku melihat makhluk-makhluk mati dan lahir kembali, yang hina dan yang mulia, yang cantik dan yang buruk, yang bahagia dan yang malang. Aku melihat bagaimana makhluk-makhluk itu melanjutkan kehidupannya sesuai dengan perbuatan-perbuatannya. Inilah pengetahuan sejati kedua yang kucapai pada malam jaga kedua… “.  (Majjhima Nikaya 36).

Ini adalah ungkapan paling awal dari Sang Buddha sehubungan dengan pertanyaan tentang Kelahiran kembali. Hal ini secara meyakinkan membuktikan bahwa Sang buddha tidak meminjam kebenaran Kelahiran kembali dari sumber-sumber lain yang telah ada, tetapi Beliau berbicara berdasarkan pengetahuan pribadi, pengetahuan yang dikembangkan oleh diri sendiri dan yang juga dapat dikembangkan oleh orang lain.

Dalam Dhammapada XI ; 153, Sang Buddha bersabda :
“Dengan melalui banyak kelahiran,
aku telah mengembara dalam samsara 
(siklus kehidupan).
Terus mencari,
namun tak kutemukan pembuat rumah (Tubuh) ini,
Sungguh menyakitkan 
kelahiran yang berulang-ulang ini ”. 

Pernahkah kita pada suatu saat, disuatu tempat, berjumpa dengan orang yang belum pernah kita temui sebelumnya, tetapi secara naluriah terasa sudah tidak asing lagi dengan orang tsb ?. Bahkan kadang kita tak habis berpikir , Mengapa kita tidak menyukai orang itu, padahal kita tidak saling mengenal sebelumnya ?.

Pernahkah kita mengunjungi suatu tempat yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya dan secara naluriah terkesan bahwa kita benar-benar mengenali lingkungan sekitarnya dan “merasa” bahwa kita pernah ketempat itu sebelumnya ?

Pernahkah disuatu saat, disuatu tempat, kita sedang berkumpul dengan teman atau keluarga kita, dan pada momen tertentu tiba-tiba naluri kita merasakan bahwa situasi dan kondisi seperti itu pernah kita alami sebelumnya?.
Inilah suatu bukti nyata bahwa kehidupan dimasa lalu adalah suatu kebenaran adanya. Walaupun ,kebanyakan orang tidak bisa mengingat kehidupan sebelumnya, bahkan tidak mengingat kejadian-kejadian pada masa kecilnya, bahkan kejadian-kejadian sebulan yang lalupun tidak dapat diingatnya dengan baik, dengan demikian tetap menjadi kenyataan bahwa pikiran manusia tampaknya bekerja dengan suatu cara dimana tidak bisa mengingat seluruh peristiwa yang telah lampau.

Pikiran dan cara kerjanya, pada umumnya tidak dimengerti oleh kebanyakan orang. Sedikit yang tahu bahwa “ Ingatan bawah sadar ”  merupakan bagian besar dari pikiran yang tidak biasa kita manfaatkan. Sebenarnya dalam bagian pikiran inilah selamanya tersimpan seluruh ingatan pengalaman-pengalaman / kesan-kesan lampau kita, termasuk kehidupan-kehidupan sebelumnya. 

Ilmu pengetahuan modern menerima hipotesis bahwa dalam bawah sadar terdapat ingatan lengkap, tidak hanya seluruh rincian kehidupan saat ini, namun termasuk juga tahap-tahap kesadaran lampau yang sejajar dengan kehidupan kita saat ini. Adalah hal yang baik, kita tidak ingat berbagai kekeliruan, kesengsaraan dan prasangka pada kehidupan lampau kita, karena hal itu dapat membuat hidup kita menjadi sangat berat. Ada Kelahiran kembali dalam alam yang bukan manusia, dimana kesan-kesannya tidak tercatat secara jelas. Serangkaian kehidupan semacam itu praktis menghapuskan seluruh ingatan.

Banyak ahli spiritual Barat yang telah menerima Doktrin Kelahiran kembali sebagai suatu fakta, karena merupakan satu-satunya penjelasan yang masuk akal terhadap hal-hal tertentu yang ternyata tidak sesuai dengan konsep ahli spiritual yang lain.

Sekedar contoh, diketahui bahwa dengan perantaraan ahli spiritual dimungkinkan untuk berhubungan dengan orang-orang tertentu yang telah mati, sementara dengan orang lain ternyata tidak dapat. Hal ini selalu menjadi kesulitan besar bagi para ahli spiritual. Namun ajaran Sang Buddha dapat menjawab dengan sederhana,

Sang Buddha bersabda :

“ Dan apa beragam kamma itu ?
 Adalah kamma yang akan berbuah di alam neraka,
di alam binatang, di alam asura, di alam preta,
di alam manusia,
 pula ada kamma yang berbuah di alam dewa .”
(Angutta Nikaya III : 414).

Dengan demikian jelas, tidak semua makhluk bertumimbal lahir dalam alam spiritual, lebih jauh lagi, beberapa alam kehidupan ini terlampau jauh dari alam manusia untuk dijangkau oleh para perantara (cenayang) pada umumnya.