Hian Thian Siang Tee – Dewa Langit Utara.
Xuan Tian Shang Di { Hok Kian = Hian Thian Siang Tee
} disebut juga Xuan Tian Da Di / Yuan
Tian Da Di / Bei Ji Da Di / Zhen Wu Da Di
/ Kai Tian Da Di
/ Xuan Wu Di / Zhen Wu Di / Yuan Wu
Di, adalah salah satu Dewa yang paling terkenal dengan wilayah penghormatan
yang amat luas, dari Tiongkok Utara sampai Selatan, Taiwan, Malaysia &
Indonesia. Sebagian orang menyebutnya sebagai Shang Di Gong { Siang Te Kong }. Kedudukannya di kalangan Dewa Langit sangat
tinggi, berada setingkat di bawah Yu Huang Da Di { Giok Hong Tai Tee }.
Merupakan salah satu dari Si Tian Shang Di (baca: Se Thian Sang Ti = Empat Maha
Raja Langit), yang terdiri dari :
- Qing Tian Shang Di di Timur.
- Yan Tian Shang Di di Selatan.
- Bai Tian Shang Di di Barat.
- Xuan Tian Shang Di di Utara.
Hian Thian Siang Tee mempunyai kekuasaan di Langit bagian
Utara & menjadi pemimpin tertinggi para Dewa di kawasan tersebut. Arcanya
selalu digambarkan dengan menginjak kura-kura & ular. Xuan Wu adalah
dewa yang berkedudukan di wilayah Utara & dilambangkan sebagai ular &
kura-kura. Hian Thian Siang Te yang disebut juga Zhen Wu Da Di { Cin Bu Tay Tee } adalah Xuan
Wu. Pada zaman Dinasti Song secara resmi huruf Xuan diganti Zhen, dan
sebutan Xuan Wu diganti menjadi Zhen Wu Da Di. Di sebelah kiri & kanan Hian
Thian Siang Te biasanya terdapat 2 orang pengawal yaitu Jendral Zhao &
Jendral Kang.
Penghormatan kepada Hian Thian Siang Te mulai berkembang pada
masa Dinasti Ming. Dikisahkan pada masa permulaan pergerakan Zhu Yuan Zhang
(pendiri Dinasti Ming), dalam suatu pertempuran pernah mengalami kekalahan
besar, sehingga ia terpaksa bersembunyi di Pegunungan Wu Tang Shan {Bu
Tong San}, propinsi Hu Bei, dalam sebuah Kelenteng Shang Di
Miao. Berkat perlindungan Hian Thian Siang Te, Zhu Yuan Zhang dapat
terhindar dari kejaran pasukan Mongol, yang mengadakan operasi penumpasan
besar-besaran terhadap sisa-sisa pasukannya.
Kemudian berkat bantuan Hian Thian Siang Te pula, Zhu Yuan
Zhang berhasil mengusir penjajah Mongolia dan menumbangkan Dinasti Yuan. Zhu
Yuan Zhang mendirikan Dinasti Ming, setelah mengalahkan saingan-saingannya
dalam mempersatukan Tiongkok.
Untuk mengenang jasa-jasa Hian Thian Siang Te & berterima
kasih atas perlindungannya, Zhu Yuan Zhang lalu mendirikan kelenteng
penghormatan kepadanya di ibukota Nan Jing (Nan King) & di Gunung Bu Tong
San. Sejak itu Bu Tong San menjadi tempat suci bagi penganut Taoisme. Kemudian
penghormatan kepada Hian Thian Siang Te meluas ke seluruh negeri, & hampir
di setiap kota besar ada kelenteng yang menghormatinya. Kelenteng Hian Thian
Siang Te dengan arcanya yang terbuat dari tembaga, bisa dilihat sampai
sekarang. Selain itu Hian Thian Siang Te juga diangkat sebagai Dewa Pelindung
Negara.
Di Taiwan pada masa Zheng Cheng Gong berkuasa, banyak
kelenteng Shang Di Gong {Siang Te Kong} didirikan. Tujuannya adalah untuk
menambah wibawa pemerintah, & menjadi pusat pemujaan bersama rakyat &
tentara. Oleh karena itu, kelenteng Shang Di Miao {Siang Te Bio} tersebar di berbagai
tempat. Di antaranya yang terbesar adalah di Tai Nan (Taiwan Selatan), yang
dibangun pada saat Belanda berkuasa di Taiwan.
Setelah kekuasaan Zheng Cheng Gong jatuh, Dinasti Qing dari
Manzhu yang berkuasa, mendiskreditkan Shang Di Gong dengan mengatakan bahwa beliau
sebenarnya adalah seorang tukang jagal yang telah bertobat. Usaha ini mempunyai
tujuan politik yaitu melenyapkan & mengikis habis sisa-sisa pengikut
Dinasti Ming secara moral, dengan memanfaatkan dongeng ajaran Buddha tentang
seorang tukang jagal yang telah bertobat, lalu membelah perutnya sendiri,
membuang seluruh isinya & menjadi pengikut Buddha. Kura-kura & ular
yang diinjak tersebut dikatakan sebagai usus & jeroan si tukang jagal. Oleh
karena itu tingkatannya diturunkan menjadi Malaikat Pelindung Pejagalan.
Sejak itu pembangunan kelenteng-kelenteng Siang Te Bio amat
berkurang. Pada masa ini pembangunan kelenteng Shang Di Miao hanya satu, yaitu
Lao Gu Shi Miao di Tai Nan.
Namun sebenarnya Kaisar-Kaisar Manzhu sangat menghormati Hian
Thian Siang Te, terbukti dengan dibangunnya kelenteng penghormatan khusus untuk
Hian Thian Siang Te di komplek Kota Terlarang, Istana Kekaisaran di Beijing,
yang dinamakan Qin An Tian. Satu kelenteng lagi dibangun di Istana Persinggahan
di Cheng De.
Wu Dang Shan, gunung suci para penganut Taoisme, terletak di
propinsi Hu Bei, Tiongkok Tengah. Sejak zaman Dinasti Tang, kelenteng-kelenteng
sudah mulai didirikan di sana. Namun pembangunan secara besar-besaran adalah
pada masa pemerintahan Kaisar Yong Le pada zaman Dinasti Ming. Hal ini tidak
mengherankan karena Xuan Tian Shang Di diangkat sebagai Dewa Pelindung
Kerajaan.
Di antara kelenteng-kelenteng di sana yang terkenal adalah Yu
Xu Gong {Giok Hi Kiong} dengan bangunannya bergaya istana Beijing,
terletak di bagian Barat Laut puncak utama Bu Tong San. Adalagi kelenteng Yu
Zhen Gong yang dibangun pada tahun Yong Le ke-15, terletak di kaki Utara
Bu Tong San. Di kelenteng ini terdapat penghormatan & arca Zhang San
Feng {Thio Sam Hong}, pendiri perguruan silat cabang Wu Dang {Bu Tong
Pay}.
Bangunan kuil yang paling lengkap adalah kelenteng Zi
Xiao Gong yang terletak di puncak Timur Laut, merupakan pusat dari
keseluruhan rangkaian tempat ibadah di gunung tersebut. Arca perunggu Hian
Thian Siang Tee hasil pahatan Guru Ji (pemahat ulung dari Korea yang amat
terkenal sampai ke manca negara) ditempatkan di sini. Di kelenteng ini dapat
terlihat lambang Gunung Bu Tong San yaitu patung kura-kura & ular. Patung
logam itu menggambarkan seekor kura-kura sedang dililit erat-erat oleh seekor
ular. Katanya sang ular bermaksud memaksa sang kura-kura memuntahkan semua isi
perutnya.
Menurut kepercayaan, kura-kura tersebut berasal dari perut
besar (lambung/maag), & sang ular dari usus Zhen Wu yang berubah ujud.
Dikisahkan bahwa suatu ketika dalam samadhinya yang tanpa makan & minum,
Zhen Wu merasakan usus & lambungnya sedang bertengkar. Rupanya rasa lapar
yang amat sangat menyebabkan kedua organ tubuh tersebut saling menyalahkan.
Zhen Wu menyadari kalau dibiarkan, hal ini dapat mempengaruhi ketentraman
batinnya. Dalam kejengkelannya, ia membelah perutnya & mengeluarkan kedua
organ tubuh tersebut, lalu melemparkan ke rerumputan di belakangnya. Kemudian
seperti tanpa terjadi sesuatu ia melanjutkan samadhinya.
Sang lambung & usus karena setiap hari mendengarkan Zhen
Wu membaca ayat-ayat suci Tao, lama kelamaan memiliki tenaga gaib juga.
Keduanya lalu berubah menjadi kura-kura & ular, kemudian menyelinap turun
gunung untuk memakan ternak & juga manusia. Zhen Wu yang telah menjadi
Dewa, amat murka akan kejadian ini. Dengan mengendarai awan & pedang
terhunus ia turun gunung. Tebasan pedangnya di punggung kura-kura meninggalkan
bekas sampai sekarang. Sejak itu di punggung kura-kura tampak guratan-guratan
seperti bekas tebasan pedang. Dengan tali wasiat diikatnya leher sang ular,
sehingga sejak itu leher ular menjadi lebih kecil daripada tubuhnya.
Setelah ditaklukkan, kura-kura & ular memperoleh pangkat Er
Jiang yang berarti “Dua Panglima”, dan menjadi landasan tempat duduk Zhen
Wu Da Di. Tapi sang kura-kura rupanya masih belum hilang watak silumannya. Hal
ini diketahui oleh Zhen Wu, beliau lalu menyuruh sang ular melilit tubuh
kura-kura erat-erat, agar segala benda yang telah ditelannya dimuntahkan
kembali, & agar mengungkapkan semua kejahatan yang pernah dilakukannya.
Patung kura-kura & ular ini sampai sekarang masih ada di ruang belakang
kelenteng Zi Xiao Gong, & selanjutnya dijadikan logo yang melambangkan
gunung Bu Tong San.
Masih ada 1 peninggalan penting yang ada kaitannya dengan
Hian Thian Siang Tee, yaitu sebuah sumur yang dinamakan Mo Zhen Jing (Sumur
tempat mengasah jarum). Konon pada waktu Zhen Wu sedang melakukan tapa di
gunung ini, hatinya merasa goyah. Ia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat
tersebut. Sampai di tepi sumur ini ia melihat seorang wanita tua sedang
mengasah alu besi. Zhen Wu merasa heran, lalu menanyakan apa maksud si nenek
mengasah alu besi. Dengan tertawa si nenek berkata bahwa ia sedang mengasah alu
untuk membuat jarum sulam. Mendengar jawaban ini Zhen Wu baru menyadari maksud
yang terkandung di balik perkataan sang nenek. Segera ia kembali ke atas gunung
untuk melanjutkan tapanya. Nama Mo Zhen Jing kemudian menjadi
terkenal. Kini di dekat sumur itu dibangun rangon & patung seorang nenek
tua yang sedang mengasah alu.
Sehubungan dengan kura-kura & ular ini, para pengusaha rakit
bambu di Taiwan & Hongkong sembahyang kepada Hian Thian Siang Tee, agar
kura-kura & ular di sungai-sungai tidak berani menimbulkan ombak &
gelombang yang mengancam usaha mereka. Selain di Taiwan & Hongkong,
persembahyangan kepada Hian Thian Siang Tee ini telah menyebar ke Asia
Tenggara, terutama di Malaysia, Singapura & Indonesia. Di Singapura,
kelenteng Wak Hai Cheng Bio di Philip Street, terkenal sembahyang kepada Hian
Thian Siang Tee. Di Indonesia hampir setiap kelenteng menyediakan altar untuknya.
Menurut cerita, Kelenteng Hian Thian Siang Tee yang pertama
di Indonesia adalah Kelenteng Welahan, Jawa Tengah. Di Semarang, sebagian besar
kelenteng ada menyediakan altar khusus untuknya. Sedangkan kelenteng yang
khusus sembahyang Hian Thian Siang Tee sebagai tuan rumah adalah Kelenteng
Gerajen & Bugangan.
Hian Thian Siang Tee (Zhen Wu Da Di / Cin Bu Tay Tee)
ditampilkan sebagai seorang dewa yang memakai pakaian perang keemasan dengan
tangan kanan menghunus pedang penakluk iblis, kedua kakinya yang tanpa sepatu
menginjak kura-kura & ular. Hari Se Jit Hian Thian Siang Te
diperingati setiap tanggal 3 bulan 3 Imlek.
No comments:
Post a Comment