BODHISATTVA MAHASTHAMAPRAPTA.
(TA SHE CE PHU SA / TA SI CI PO SAT)
Bodhisattva Mahasthamaprapta merupakan salah satu
Bodhisattva yang dipuja dan dihormati oleh umat Buddha Mahayana, dan juga
merupakan salah satu Bodhisattva terkemuka dalam aliran, Sukhavati (tanah
suci). Namanya berasal dari bahasa sansekerta yang mengandung arti “yang
telah mencapai kekuatan universal”, atau dihormati dan dipuja sebagai
manifestasi dari maitri karuna (cinta kasih dan belas kasihan). Bodhisattva
Mahasthamaprapta atau Ta She Ce Phu Sa merupakan pencerminan dari sifat Ah
Mi Thuo Fo (Amitabha Buddha), yaitu : kebijaksanaan, sedangkan Kuan Yin
Phu Sa mencerminkan kewelas asihannya. Ta She Ce Phu Sa mencapai
tingkatan Bodhisattva setelah melewati dan melaksanakan praktek Dharma dan
selalu menyebut nama Buddha pada masa itu.
Pada waktu Ah Mi Thuo Fo menjadi Buddha, ia bersama Kuan
Yin Phu Sa menjadi muridnya dan bertugas membimbing para penganutnya ke
tanah suci Sukhavati pada waktu mereka meninggal dunia. Dalam kitab suci (sutra)
Shuranggama disebut “ketika Amitabha mengundurkan diri sebagai
pengajar di Sukhavati, Kuan Yin akan menggantikan kedudukannya. Dan bila
saatnya tiba Kuan Yin mengundurkan diri, maka Ta Se Ce adalah sebagai
penggantinya." Ta She Ce konon memiliki kekuatan yang sangat besar,
kalau ia mengangkat tangannya atau menggerakkan salah satu anggota tubuhnya,
bumi ini akan berguncang. Meskipun Bodhisattva ini populer dikalangan Tionghoa,
tapi penganutnya tak banyak dan hampir tidak ada satu kuil pun yang
diperuntukkan penghormatan kepadanya.
Umumnya ia dipuja dalam bentuk tiga serangkai dengan Amitabha
dan Kuan Yin yang memberikan pertolongan kepada siapa saja yang menderita, Ta
She Ce mengulurkan tangannya hanya kepada mereka yang betul-betul menerapkan
ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha keras untuk mencapai
kesempurnaan. Sebab itu penganutnya tidak sebanyak Kuan Yin. Konon, Ta She Ce
mempunyai altar teratai yang akan dipinjamkan kepada mereka yang menyebut
namanya, supaya dapat dikendarai untuk mencapai tanah suci Sukhavati. Sebab itu
para penganut Buddhis yang taat beribadat tak ragu-ragu menyebut namanya dalam
usaha untuk memperoleh pencerahan. Hari lahir Ta She Ce Phu Sa diperingati
pada ranggal 13 bulan 7 Imlek. Ta She Ce ini biasanya di dalam gambar atau
bentuk arca beliau selalu berada di sebelah kiri dari Amitabha Buddha.
Makna Maha-sthama-prapta (Dashizhi),
Kekuatan seorang bodhisattva sungguh tidak terkirakan.
Kekuatan untuk selalu semangat mencapai kebuddhaan, kekuatan kebijaksanaan
menaklukkan Mara dan kegelapan batin, kekuatan kasih sayang dan welas asih
menyebrangkan semua makhluk ke Pantai Seberang, Nirvana, itulah kekuatan
agung Bodhisattva Mahasattva.
Salah satu Bodhisattva Mahasattva yang memiliki kekuatan luar
biasa itu adalah Bodhisattva Maha-sthama-prapta (Mahasthamaprapta), atau dalah
Mahayana Tiongkok dikenal dengan nama Dashizhi Pusa.
Nama Bodhisattva Mahasthamaprapta memiliki arti:
"Bodhisattva yang Mencapai Kekuatan Agung". Seperti yang diutarakan
dalam Sutra Amitayur Dhyana (Guan Wu Liang Shou Jing): "Dengan
kekuatan kebijaksanaan, mencabut penderitaan tiga alam rendah (neraka, setan,
hewan) agar memperoleh kebahagiaan tertinggi, karena itu disebut sebagai
Maha-sthama-prapta." Sedang Sutra Visesacintabrahma-pariprccha (Si Yi
Jing) mencantumkan: "Saya menapakkan kaki di satu tempat, bergetarlah alam
tiga ribu maha ribu dan istana Mara, sebab itu disebut sebagai
Maha-sthama."
Makna nama Maha-sthama-prapta (Dashizhi) dapat diartikan
pula sebagai berikut. Maha (Da) menunjukkan arti pencapaian Tubuh
Dharma (Dharma-kaya) yang besar dan agung; Sthama (Shi) adalah
kekuatan pencapaian kebijaksanaan yang menghancurkan kegelapan batin (internal)
dan menundukkan godaan Mara (eksternal); sedang Prapta (Zhi) adalah
pencapaian Pencerahan yang mendekati kebuddhaan.
Amitabha Buddha, Avalokitesvara dan Mahasthamaprapta
Bodhisattva adalah Tiga Suciwan Pembabar Dharma di Tanah Suci Sukhavati.
Setelah Buddha Amitabha mahaparinirvana, maka Bodhisattva Avalokitesvara akan
menjadi Buddha menggantikan Amitabha membabarkan Dharma di Sukhavati. Setelah
Avalokitesvara Mahaparinirvana, akan digantikan oleh Mahasthamaprapta dengan
nama Shanzhu Gongde Baowang Rulai. (Supratishthita-guna-ratnaraja
Tathagata) yang berarti "Tatagatha Raja Kebajikan dalam Permata
Pahala Moralitas." Beliau akan dinamai Buddha Raja yang berhiaskan
intan berlian dan bertahta di singgasana jasa-jasa kebaikan dan kebajikan
kebajikan yang tinggi.
Mahasthamaprapta digambarkan mengenakan mahkota dengan sebuah
botol berisi cahaya kebijaksanaan di tengahnya, kedua tangan memegang setangkai
bunga teratai (lotus) yang mekar, membuka hati setiap insan menerima Buddha.
Vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta
Nama Mahasthamaprapta muncul dalam berbagai Sutra. Sutra
Saddharmapundarika menyebutkan Mahasthamaprapta termasuk dalam kumpulan besar
yang mendengarkan Dharma Buddha di Puncak Grdhakuta, Rajagriha. Sedang dalam
Sutra Amitayur Dhyana, Buddha menjelaskan tentang Mahasthamaprapta sebagai
berikut:
Buddha bersabda : "Selanjutnya kita
melaksanakan Vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta! Ketahuilah, tinggi dan
besar Bodhisattva ini sama dengan Bodhisattva Avalokitesvara. Lingkaran sinar
empat penjuru masing-masing mencapai 125 yojana dan memancar sejauh 250 yojana.
Seluruh tubuh memancarkan cahaya ungu keemasan yang juga menerangi 10 punjuru
alam, para makhluk yang berjodoh akan dapat melihatnya.
O, Arya Ananda! Ketahuilah, asal dapat melihat cahaya yang
terpancar dari satu pori saja, identik dengan melihat cahaya murni dan
menakjubkan dari para Buddha di 10 penjuru! Karena itu, Bodhisattva
Mahasthamaprapta juga disebut Bodhisattva Anantavamprabha (Cahaya Tanpa batas).
Sebab cahaya dari satu pori itu sama seperti cahaya para Buddha yang tak
terhitung banyaknya yang menyinari secara luas tiada batas. Seperti halnya
Bodhisattva Avalokitesvara menyinari semua makhluk dengan cahaya kasih sayang
dan welas asih, Bodhisattva ini menyinari segala tempat dengan cahaya
kebijaksanaan, agar para makhluk dapat memiliki cahaya kekuatan tak terhingga
yang dapat membebaskan diri dari penderitaan tiga alam rendah. Karena itu arti
nama Bodhisattva Mahasthamaprapta adalah kekuatan dahsyat dari kebijaksanaan
memenuhi sepuluh penjuru.
Di atas mahkota Bodhisattva Mahasthamaprapta terdapat 500
teratai mustika. Di setiap teratai mustika terdapat 500 takhta mustika, setiap
takhta menampakkan panjang dan lebar wilayah sepuluh puluhan penjuru Tanah Suci
Mengagumkan dari para Buddha. Usnisa di dahi Bodhisattva Mahasthamaprapta
seperti bunga teratai merah dan di atas usnisa itu terdapat sebuah kundika
(botol mustika) yang berisikan cahaya kebijaksanaan, yang digunakan untuk menyelamatkan
semua makhluk. Tanda-tanda agung lainnya tidak berbeda dengan Bodhisattva
Avalokitesvara.
Ketika Bodhisattva Mahasthamaprapta mengayunkan langkah,
sepuluh penjuru alam akan bergetar, dan pada setiap tempat yang bergetar di
masing-masing alam itu muncullah 500 koti bunga teratai mustika. Setiap teratai
mustika itu tampak anggun dan agung. Keagungannya mirip alam Sukhavati! Saat
Bodhisattva Mahasthamaprapta duduk, tanah tujuh permata di Alam Sukhavati akan
terlebih dulu bergoyang, lalu menyebar hingga Tanah Buddha di bagian bawah
yaitu Negeri Buddha Suvarnaprabha. Di antara dua alam Buddha tersebut tertampak
Nirmanakaya (Badan penjelmaan) dari Buddha Amitayus (Buddha Amitabha),
Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Mahasthamaprapta yang tak terhitung
jumlahnya. Kesemuanya berkumpul di Alam Sukhavati, memenuhi seluruh langit, dan
duduk bersila di atas takhta teratai, membabarkan Dharma yang menakjubkan dan
dalam maknanya demi menyelamatkan para makhluk yang menderita. Metode tersebut
disebut Vipasyana Bodhisattva Mahasthamaprapta", juga dinamakan Vipasyana
ke sebelas."
Dikisahkan dalam Sutra Shurangama, Mahasthamaprapta
mencapai pencerahan melalui pengendalian landasan indera dan pelafalan nama
Buddha secara tiada henti sehingga mencapai kondisi Samadhi. Sesepuh ke-13
tradisi Tanah Suci (Sukhavati), Master Yin-guang (1861-1941), menetapkan
Dashizhi Pusa Nianfo Yuantong Zhang (Bab Bodhisattva Mahasthamaprapta
Melafalkan Nama Buddha secara Sempurna dan Tiada Halangan - bagian dari Sutra
Shurangama) sebagai salah satu dari Sutra acuan tradisi Sukhavati.
Kalangan Mahayana Tiongkok meyakini Master Yin-guang sebagai
badan penjelmaan Bodhisattva Mahasthamaprapta. Sedang tempat pembabaran Dharma
di Tiongkok dari Mahasthamaprapta yang kelahirannya diperingati setiap tanggal
13 bulan 7 Imlek ini ditetapkan di Vihara Guangjiaosi di Gunung Langshan,
Nantong, Propinsi Jiangsu.
Mahasthamaprapta juga diyakini beberapa kali mewujudkan
dirinya di negara Jepang. Di sana, Mahasthamaprapta berwujud sebagai seorang perempuan
yaitu istri dari pangeran Shotoku, juga sebagai seorang pria, yaitu Honen
Shonin (1133-1212), pendiri aliran Jodo (Sukhavati) di negara matahari terbit.
Uniknya, nama asli Honen (Chinese: Faran) adalah Seishi-maru.
"Seishi" adalah terjemahan bahasa Jepang untuk
Mahasthamaprapta.
Bahkan tidak hanya beremanasi sebagai seorang manusia saja,
Mahasthamaprapta juga muncul sebagai seorang dewa bernama Dewa Candra (bulan),
yang menerangi kegelapan "malam" samsara dan memberikan kebijaksanaan
pada semua makhluk.
Bodhisattva Vajrapani tradisi Vajrayana
Di negara atap dunia (Tibet), Mahasthamaprapta lebih
dikenal dengan nama Bodhisattva Vajrapani (Tibet: Chana Dorje, Chinese:
Jin-gangshou Pusa). Sebagai emanasi dari Dhyani Buddha Akshobya, Vajrapani
menempati posisi sebagai pemimpin keluarga Vajra. Bersama Avalokitesvara dan Manjusri,
merupakan 3 bodhisattva utama tradisi Vajrayana yang melambangkan 3 aspek utama
dari Bodhi (pencerahan) yaitu cinta kasih (mahamaitrikaruna), kebijaksanaan
(mahaprajna) dan kekuatan (mahabala). Ketiga Bodhisattva tersebut juga
menyimbolkan tubuh, ucapan dan pikiran para Buddha. Selain itu, dalam paham
wilayah, Vajrapani adalah pelindung Mongolia, Manjusri pelindung dataran
Tiongkok dan Avalokitesvara pelindung Tibet.
Sebagaimana Ananda sebagai siswa "Penjaga
Dharma" yang mengingat dan mengucapkan ulang wejangan Buddha dalam
konsili pertama, demikian juga di saat yang sama di Gunung Vimalasvabhava,
Vajrapani mengucapkan ulang ajaran-ajaran Buddha, yang kemudian dikenal sebagai
Sutra-sutra Mahayana. Konsili tersebut dikepalai oleh Bodhisattva
Samantabhadra, beserta Maitreya mengucapkan kembali Abhidharma. Keseluruhannya
dikumpulkan menjadi Tripitaka Mahayana.
Vajrapani dikenal juga dengan sebutan Guhyapati,
"Penguasa Rahasia", penjaga semua Tantra yang diajarkan oleh Buddha.
Vajrapanilah yang memohon Buddha untuk memutar roda dharma sekali lagi yaitu
ajaran Tantra, dan memimpin pertemuan para Bodhisattva di Surga Tusita untuk
merangkai dan menyusun kembali ajaran Tantra (Kriya, Carya dan Yoga) yang telah
dibabarkan oleh Buddha.
Dalam Seni Gandhara (Seni Buddha Yunani), Vajrapani
digambarkan sebagai Hercules (Herakles), sang tokoh legendaris penemu Olimpiade
dan putra dari Zeus, karena melambangkan kekuatan yang maha dasyat.
Penggambaran ini kemudian turut mempengaruhi wujud dua emanasi Vajrapani di
Asia Timur, yaitu Misshaku dan Narayana. Keduanya ditampilkan di kedua sisi
gerbang vihara dengan tubuh berotot dan memegang vajra. Para pelindung tersebut
berada dalam posisi beladiri layaknya posisi pratayalidha (prajurit) Vajrapani
sendiri.
Vajrapani berarti Tangan Vajra (Petir) atau Pemegang
Vajra, adalah satu-satunya bodhisattva Mahayana yang disebutkan dalam naskah
Pali, selain Maitreya (Metteyya) dan Svetaketu (Setaketu). Beliau
muncul sebagai sebagai Yakkha Vajirapani (Pali), atau Vajrapani
(Sanskrit) di Ambattha Sutta, Digha Nikaya. Seorang brahmana bernama Ambatta
berkata tidak layak kepada Buddha serta menolak untuk menjawab pertanyaan
Buddha sebanyak dua kali. Saat itu juga Yakkha Vajrapani muncul di atas kepala
Ambatta, berdiri di udara dengan membawa pemukul besi besar (Vajra) yang
menyala-nyala bersiap memecahkan kepala Ambatta sampai berkeping-keping apabila
tidak menjawab pertanyaan Buddha untuk ketiga kalinya. Ambattha menjadi sangat
ketakutan, kemudian ia mengakui kesalahannya dan memohon perlindungan pada Sang
Bhagava. Buddhagosa, komentator Tipitaka Pali yang terkemuka, menyebutkan,
bahwa Yakkha Vajirapani adalah Sakka (Shakra), raja para deva di alam
Trayastrimsa (Tavatimsa).
Selain sebagai Bodhisattva, Vajrapani juga merupakan
Dharmapala (Pelindung Dharma). Ia adalah Dharmapala dari Sakyamuni Buddha dan
selalu bersama Buddha (Abhyantaraparivara), layaknya Ananda. Dalam Sutra
Astasahasrika Prajnaparamita dikatakan, "Maka sekarang, Vajrapani, Yaksha
yang agung, terus menerus mengikuti bodhisattva yang teguh! Tidak tertandingi,
Bodhisattva tidak dapat dikalahkan oleh manusia maupun hantu." Demikian
juga Sutra Lankavatara pun menyebutkan bahwa Buddha selalu diikuti oleh
Vajrapani.
Ketika Buddha melalui Bukit Gridhakuta, tempat Buddha
membabarkan Prajnaparamita, Devadatta, sepupu Buddha, hendak membunuh Buddha
dengan menggulingkan sebuah batu besar. Tepat ketika batu tersebut hampir
mengenai Buddha, Vajrapani muncul dan menghancurkannya menjadi berkeping-keping
sehingga hanya sedikit melukai jari kaki Buddha. Selain melindungi Buddha,
Vajrapani juga pernah melindungi para naga Uddiyana dari serangan garuda ketika
para naga itu sedang mendengarkan pembabaran Dharma dari Buddha.
Sewaktu tiba di Kusinagara, India, Faxian (227-422) dan
Xuanzang (sekitar 662-664) menemukan sebuah stupa Vajrapani, yang dipercaya
sebagai lokasi tempat Vajrapani menjatuhkan vajranya ketika menyaksikan Buddha
Sakyamuni Mahaparinirvana.
Selain itu, raja-raja seperti Raja Suchandra dari Shambhala
dikenal sebagai emanasi Vajrapani. Guru Padmasambhava meramalkan bahwa
Vajrapani akan beremanasi sebagai Raja Raipavhen dan sebagai seorang perempuan
yaitu Konchok Paldron, putri dari Chokgyur Lingpa, Terton agung sekaligus nenek
dari Tulku Urgyen Rinpoche.
Jadi, Vajrapani atau Mahasthamaprapta tidak mewujudkan diri
beliau di Tiongkok dan Jepang saja, namun juga di Tibet, India dan Shambala.
Amanat Mahasthamaprapta,
Dari berbagai bentuk tubuh penjelmaan yang ada, sebenarnya
hanya satu hal yang diamanatkan oleh Mahasthamaprapta kepada kita semua, yaitu
tekunlah kita mengendalikan enam landasan indera dan berfokuslah pada pelafalan
nama Buddha secara tiada henti, itulah kekuatan agung Bodhisattva Mahasattva.
Itulah salah satu metode terbaik dalam membangkitkan kekuatan agung hakekat
sejati kita.
Kekuatan agung itu bukan menjadi hak milik atau hak paten
Bodhisattva Mahasthamaprapta atau para Bodhisattva Mahasattva dan Buddha,
melainkan semua makhluk dapat mencapainya asal mampu menerapkan Dharma yang
indah. Konsisten dalam Dharma, itulah kekuatan agung yang sejati.
No comments:
Post a Comment